Dengan tagar #kitaAGNI mereka menyampaikan aspirasi di media sosial Twitter terkait kasus pelecehan seksual yang terjadi.
- Nur Islamiyah
- Jumat, 09 November 2018 - 07:41 WIB
WowKeren - Kasus dugaan pemerkosaan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) di lokasi KKN masih terus berlanjut. Pada Kamis (8/11) kemarin, sejumlah mahasiswa berkumpul untuk menggelar aksi solidaritas bertajuk "UGM Darurat Kekerasan Seksual" di Taman Sansiro Fisipol UGM.
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam gerakan #kitaAGNI membawa baliho besar dalam aksi tersebut. Baliho tersebut berisi sembilan tuntutan pada UGM. Selain itu, mereka menuliskan nama, nomor induk mahasiswa dan tanda tangan di baliho tersebut sebagai bentuk dukungan. Seluruh mahasiswa dapat berpartisipasi dalam aksi itu.
Melalui aksi tersebut, mereka meminta UGM untuk lebih memperhatikan terkait masalah pelecehan seksual dalam kampus. Berikut daftar sembilan tuntutan dari aksi solidaritas itu:
1. Memberikan pernyataan publik yang mengakui tindak pelecehan dan kekerasan seksual dalam bentuk apapun, terlebih pemerkosaan merupakan pelanggaran berat.
2. Mengeluarkan sivitas akademika Universitas Gadjah Mada yang menjadi pelaku pelecehan dan kekerasan seksual.
3. Memberikan teguran keras bahkan sanksi bagi sivitas akademika Universitas Gadjah Mada yang menyudutkan penyintas pelecehan dan kekerasan seksual.
4. Memenuhi hak-hak penyintas pelecehan dan kekerasan seksual, termasuk hak mendapatkan informasi terkini dan transparan mengenai proses penanganan kasus, serta pendampingan psikososial, layanan kesehatan, bantuan hukum, dan penggantian kerugian materil.
5. Menyediakan ruang aman bagi penyintas pelecehan dan kekerasan seksual untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya.
6. Menjunjung tinggi dan memastikan terpenuhinya perspektif dan privasi penyintas serta asas transparansi dan akuntabilitas dalam segala bentuk pemberitaan tentang kasus pelecehan dan kekerasan seksual di Universitas Gadjah Mada.
7. Meninjau ulang dan merevisi tata kelola dan peraturan di tingkat departemen, fakultas maupun universitas yang masih memberi peluang bagi terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual.
8. Merancang dan memberlakukan peraturan yang mengikat di tingkat departemen, fakultas maupun universitas tentang pencegahan, penanganan dan penindakan kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang melibatkan sivitas akademika Universitas Gadjah Mada.
9. Menyelenggarakan pendidikan anti-pelecehan dan kekerasan seksual yang berpihak pada penyintas ketika Pelatihan Pembelajar Sukses bagi Mahasiswa Baru (PPSMB) dan pembekalan Kuliah Kerja Nyata-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) di tingkat departemen, fakultas maupun universitas.
Sementara itu, dukungan mahasiswa juga merambat di media sosial Twitter. Dengan tagar #kitaAGNI mereka menyampaikan aspirasi terkait kasus pelecehan seksual yang terjadi.
@UGMYogyakarta sejak awal harusnya ini dibawa ke ranah hukum (polisi), kenapa bisa berlarut2 di investigasi pihak kampus smp setahun gini. Gmn coba perasaan korban diginiin selama itu??#UGMDaruratKekerasanSeksual#MeToo#KITAAGNI#UGMpic.twitter.com/dOIt0augAd
— Bsatsuma (@Bsatsuma1) November 8, 2018
Siang ini saya mengunjungi fisipol untuk memberikan dukungan #kitaAGNI dan menuntut @UGMYogyakarta untuk mengusut tuntas kasus yg dialami oleh Agni. Selain itu, kami juga menyampaikan beberapa tuntutan yg ada di foto dan video di bawah ini. pic.twitter.com/iULkMAJjbl
— Bilqis Rahmanovich (@aliebilqis) November 8, 2018
Nyatakan dukungan dan keberpihakan hari ini di San Siro, FISIPOL UGM. #KITAAGNI karena ini bukan satu-satunya kasus dan UGM bukan satu-satunya tempat. Agni hanyalah salah satu yang berani bicara & memperjuangkan keadilan. Semoga perjuangannya, jadi awal banyak perjuangan lainnya. pic.twitter.com/lgwqtGIZnp
— Grace Alexis (@grcalexis_) November 8, 2018
“Tuntaskan kasus ini, seadil-adilnya, segera!” . Semoga memang bukan sekedar coretan dan formalitas. #KitaAgnipic.twitter.com/VBX7OO56kf
— Agnes Laylicha (@agneslaylicha) November 8, 2018
Sebelumnya, kasus pelecehan seksual mahasiswa UGM oleh rekannya saat KKN mencuat setelah diberitakan dalam Balairungpress. Pihak kampus dianggap tidak becus menyelesaikan kasus yang telah terjadi tahun 2017 silam ini sehingga penyintas merasakan ketidakadilan.
(wk/nris)