Komitmen Jokowi Lindungi Anak Dipertanyakan Usai Bebaskan Terpidana Pencabulan
Instagram/kemensetneg.ri
Nasional

Sebelumnya KPAI pernah menyatakan Indonesia darurat kejahatan seksual terhadap anak. Jokowi pun pernah menyatakan kekerasan seksual terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa.

WowKeren - Indonesia dibuat geger dengan keputusan Presiden Joko Widodo berikan grasi kepada terpidana kasus pencabulan anak Neil Bantleman. Untuk diketahui, Warga Negara Kanada yang pernah bekerja di Jakarta Intercultural School atau JIS (dulu Jakarta International School) itu dipidana penjara sebelas tahun oleh Mahkamah Agung (MA) dalam kasus pencabulan siswanya.

Menanggapi keputusan Jokowi itu, beberapa pihak pun mempertanyakan komitmen Jokowi soal perlindungan anak terhadap kasus kekerasan seksual. Salah satunya oleh ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel.

"Mari kita takar konsistensi kebijakan Presiden. Dengan mengajukan grasi, berarti terpidana mengaku bersalah," kata Reza, Jumat (12/7). "Pada sisi lain, Presiden Jokowi menyatakan bahwa kekerasan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa."

Reza menuturkan Indonesia sedang dalam situasi darurat kejahatan seksual terhadap anak. Pernyataan ini, ujar Reza, dikutip dari pernyataan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Sehingga menurutnya semestinya pemerintah menjadikan pernyataan KPAI sebagai dasar komitmen untuk melindungi anak-anak dari kejahatan seksual.

Apalagi hasil penelitian menunjukkan predator anak kerap mengulangi perbuatan. Oleh karena itu ia mengaku masih heran dengan langkah Jokowi mengabulkan grasi WN Kanada tersebut.


"Sekarang kita lihat hasil studi. Berbasis data sejak 1958 hingga 1974, misalnya, diketahui bahwa 42 persen predator melakukan residivisme," ujarnya, dilansir dari Detik News, Sabtu (13/7). "Pengulangan perbuatan jahat itu mencakup kejahatan seksual, kejahatan dengan kekerasan, dan kombinasi keduanya."

Tak hanya itu, UU Nomer 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak juga telah diterbitkan untuk melindungi anak. Salah satu yang ditetapkan dalam UU tersebut adalah predator anak-anak bisa dikenai pemberatan sanksi.

"Dengan sebutan-sebutan sedahsyat itu, data seserius itu, dan ancaman sanksi seberat itu," tuturnya. "Bagaimana lantas publik bisa memahami bahwa grasi justru Presiden berikan kepada orang yang melakukan kejahatan luar biasa (dan turut berkontribusi bagi terjerumusnya Indonesia ke dalam situasi darurat)?"

Sebelumnya orangtua korban, Theresia pun angkat bicara. Ia yang juga berperan sebagai pelapor dalam kasus ini mengaku tak pernah mendapatkan surat pemberitahuan terkait grasi dari pengadilan. Karenanya ia menyebut grasi itu sebagai grasi diam-diam.

"Itu grasi diam-diam. Saya akan pertanyakan ke pengadilan," katanya, Jumat (12/7). "Saya tidak pernah dapat surat (pemberitahuan). Seharusnya saya diberitahu."

(wk/wahy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru