Pengesahan RKUHP Dianggap Berpotensi Ancam Kebebasan Publik
Nasional

Direktur Imparsial Al Araf meminta agar rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) ditunda. Selain bermasalah, pasal di dalamnya juga bertentangan dengan MK.

WowKeren - Rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) masih menuai kontroversi. Direktur Imparsial Al Araf meminta agar pengesahan RKUHP ditunda.

Al Araf menilai bahwa tak sedikit pasal yang ada dalam RKUHP justru mengancam kebebasan publik. Tak hanya itu, pasal-pasal tersebut juga dianggap bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kami menilai RKUHP mengandung pasal-pasal bermasalah yang mengancam kebebasan sipil dan bertentangan dengan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi," terang Al Araf melalui keterangan tertulis, Jumat (20/9). "Seperti pasal penghinaan terhadap Presiden (Pasal 218 sampai Pasal 220), pasal terkait dengan kejahatan HAM (Pasal 599 sampai Pasal 600) dan lainnya."

Oleh sebab itu, ia meminta agar pengesahan RKUHP tak dilakukan secara tergesa-gesa. Ia mengusulkan agar urusan RKUHP ini diserahkan pada anggota legislatif yang terpilih untuk periode berikutnya.

"Pembahasan RKUHP sebaiknya tidak dilakukan secara tergesa-gesa mengingat RKUHP menjadi tulang punggung penegakan hukum pidana," tegas Al Araf. "Yang berdampak secara luas kepada seluruh masyarakat."


Sebelumnya, hal serupa juga diungkapkan oleh Pegiat isu politik dan HAM, Makarim Wibisono. Makarim menilai ada banyak aspek yang harus dipertimbangkan terkait proses RKUHP. Pasalnya, RKUHP berdampak pada masyarakat luas.

Tak hanya RKUHP, Al Araf juga menyoroti proses hingga disahkannya RUU KPK. Menurutnya, proses tersebut cacat formil lantaran dalam prosesnya tidak melibatkan pihak-pihak yang seharusnya dilibatkan.

"Karena cacat formil pembentukan perundangan-undangan (UU No.11 Tahun 2012)," lanjutnya. "Revisi UU KPK cacat formil karena dilakukan tanpa proses yang partisipatif dan tidak termasuk dalam Prolegnas Prioritas tahun 2019."

Lebih jauh, Al Araf menyebut bahwa RUU KPK hanya akan mempersempit ruang gerak KPK. Oleh sebab itu, ia mendesak Presiden Joko Widodo alias Jokowi untuk menerbitkan Perppu.

"Karena pernah ada preseden hukum," tegas Al Araf. "Dimana pemerintah pada 2014 pernah menerbitkan Perppu tentang Pilkada yang membatalkan UU Pilkada yang sudah disahkan DPR karena mendapat penolakan dari masyarakat."

(wk/zodi)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru