Segera Diresmikan, Pakar Sebut RKUHP Masih Terdapat Pasal Berbau Kolonial
Nasional

RKUHP akan disahkan oleh DPR pada Selasa (24/9) mendatang. Meski begitu, Pakar Hukum Universitas Trisakti menilai jika masih banyak pasal-pasal berbau kolonial dalam RKUHP tersebut.

WowKeren - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang akan diresmikan oleh Pemerintah menuai banyak kritik. Salah satunya, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar.

Menurut Fickar, masih ada sejumlah pasal dalam RKUHP yang berbau kolonial. "Pasal-pasal ini selain tak relevan untuk masyarakat demokratis, juga karena sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi," kata Fickar dilansir Kompas, Kamis (19/9).

Lebih lanjut, Fickar menyebutkan jika ada 3 tindak pidana dalam RKUHP yang dinilainya tidak sesuai dengan masyarakat demokratis. Pertama, Pasal 218 dan 219 yang mengatur tentang penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.

Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana itu di muka umum dapat dipidana paling lama 3 tahun 6 bulan, dan denda maksimal kategori IV, yaitu Rp 200 juta. Kemudian pada Pasal 219 yang menyebutkan jika orang atau pihak yang menyebarkan informasi berisi penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden akan dipidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan dan denda maksimal kategori IV.


"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV," bunyi Pasal 219.

Kedua, Pasal 240-241 RKUHP soal penghinaan terhadap pemerintah yang sah. Pada Pasal 240 tertulis, "setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".

Sedangkan pada Pasal 241, orang yang menyiarkan atau menempelkan tulisan, memperdengarkan rekaman, menyebarluaskan dengan teknologi informasi penghinaan tersebut sehingga terjadi kerusuhan, juga terancam dipidana. Ancamannya, pidana penjara maksimal 4 tahun atau denda paling banyak kategori V, yaitu Rp 500 juta.

Terakhir, Fickar membahas soal Pasal 353-354 RKUHP soal penghinaan kekuasaan umum atau lembaga negara. Dalam Pasal 353 menyebutkan jika setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II. Lalu pada Pasal 354 mengatakan jika mereka yang menyebarluaskan penghinaan tersebut melalui sarana teknologi informasi juga dapat dipidana.

Sebelumnya, DPR akan menjadwalkan pengesahan RKUHP dalam rapat paripurna pada akhir September. Bila sesuai dengan jadwal, maka Rapat Paripurna DPR akan digelar pada Selasa (24/9).

(wk/wahy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait