ICJR Sindir Pemerintah, Sebut RKUHP Harus Dukung Reformasi Bukan Kembali ke Masa Kolonial
Nasional

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang tengah dirancang pemerintah mendapatkan kritikan dari berbagai pihak. Bahkan Peneliti ICJR pun menyindir jika RKUHP seharusnya mendukung reformasi dan bukannya kembali ke masa kolonial.

WowKeren - Perumusan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi polemik. Pasalnya, ditemukan pasal-pasal yang berbau kolonial di dalamnya. Terkait hal tersebut, Peneliti Institute for Criminal and Justice Reform ( ICJR) Maidina Rahmawati menegaskan jika seharusnya RKUHP mendukung semangat reformasi, bukannya kembali ke warisan kolonial.

Maidina pun menyesalkan aturan-aturan yang terkesan sudah usang dan tidak relevan tapi masih termuat dalam RKUHP. "Kita tidak menolak punya KUHP baru, kita mendukung reformasi KUHP. Tapi yang harus jadi catatan," katanya dalam diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Jumat (20/9). "RKUHP harus mendukung ide Reformasi bukan kembali ke masa kolonial."

Maldina kemudian mencotohkan pasal yang mengatur orang dalam memelihara unggas. Aturan yang dimaksudkan termuat dalam Pasal 278 dan 279 draf RKUHP.

"Setiap orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori II," bunyi Pasal 278.

"Setiap orang yang membiarkan ternaknya berjalan di kebun, tanah perumputan, tanah yang ditaburi benih atau penanaman, atau tanah yang disiapkan untuk ditaburi benih atau ditanami dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori II," bunyi Pasal 279.


Adapun dalam Pasal 49, pidana denda kategori I yakni sebesar Rp 1 juta. Di mana pasal itu diatur dalam pasal mengenai gelandangan. Terkait Pasal untuk gelandangan ini sebenarnya sudah ada sebelum direvisi hanya saja memiliki ancaman pidana yang berbeda.

Seperti pada Pasal 505 Ayat (1) menyertakan, barangsiapa bergelandangan tanpa mempunyai mata pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan. Kemudian, dalam Pasal 505 ayat (2) diatur, pergelandangan yang dilakukan bersama-sama oleh tiga orang atau lebih, yang masing-masing berumur di atas 16 tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam bulan.

"Masuk lagi tuh pasal (soal) gelandangan, yang sebenarnya kalau kita lihat itu udah diserahkan administrasi ke daerah, itu diatur dalam aturan pemda," katanya. "Jadi konsepnya itu masing-masing daerah administrasinya gimana mereka yang ngatur hal itu.

Dari contoh yang disebutkan saja, Maidina sudah bisa menilai jika perumusan RKUHP tak berbasis pada evaluasi. Padahan seharusnya perumusan RKUHP harus meninjau lebih jauh aspek mana yang masih relevan dan layak diatur dalam RKUHP.

"Harusnya kan mempertimbangkan evaluasi, pasal mana yang masih relevan untuk bangsa Indonesia dan pasal mana yang harus masuk atau enggak dimasukkan di RKUHP. itu kan harusnya dievaluasi," pungkasnya.

(wk/wahy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru