Polisi Pembawa Senjata Saat Demo Rusuh Mahasiswa Kendari Dibebastugaskan
Nasional

Terdapat korban meninggal karena tertembak saat demo mahasiswa di Kendari. Enam polisi yang diketahui membawa senjata saat aksi tersebut dibebastugaskan.

WowKeren - Demonstrasi mahasiswa yang menolak hasil revisi UU KPK dan RKUHP di Kendari pada 26 September lalu menyisakan duka. Pasalnya, dua mahasiswa Universitas Halu Oleo meninggal setelah mengikuti aksi demonstrasi tersebut. Salah satu mahasiswa yakni Randi meninggal dunia setelah terkena tembakan peluru saat demonstrasi berujung rusuh.

Menanggapi kasus tersebut, polisi pun melakukan penyidikan. Pada Kamis (3/10) Kepala Biro Provost Divisi Propam Mabes Polri Brigjen Hendro Pandowo mengatakan bahwa pihaknya telah menetapkan 6 anggota kepolisian menjadi terperiksa. Hal ini karena keenam polisi tersebut diketahui membawa senjata saat mengamankan demo tersebut.

Saat ini, Polda Sulawesi Tenggara memutuskan untuk membebastugaskan keenam anggota polisi pembawa senjata itu. Hal ini karena mereka dianggap melanggar prosedur pengamanan saat demo mahasiswa di Kendari itu.


"Keenam orang yang dinyatakan melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP) karena membawa senjata api saat pengamanan aksi unjuk rasa 26 September 2019 di gedung DPRD Sultra dibebastugaskan," kata Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Goldenhart di Kendari yang dilansir Kumparan pada Senin (7/10).

Keenam personel yang masih berstatus terperiksa itu adalah DK, DM, MI, MA, H dan E. Sementara itu, terperiksa DK adalah seorang perwira pertama yang menduduki jabatan Reserse di Polres Kendari. Sedangkan lima anggota lainnya adalah bintara dari Satuan Reserse dan Intelijen.

Sementara itu, saat ini Tim investigasi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri masih mengumpulkan bukti-bukti untuk mengungkap penembakan Randi (21) dan dugaan penganiayaan terhadap Yusuf Kardawi saat unjuk rasa yang menyebabkan kedua mahasiswa tersebut meninggal.

Hingga saat ini, tersangka kasus tersebut belum juga ditemukan. Padahal, kasus tersebut sudah terjadi sejak 26 September lalu. Ombudsman Republik Indonesia (ORI), La Ode Ida, pun menilai bahwa penanganan kasus ini tergolong lamban.

(wk/wahy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait