Tanggapi Biaya Pilkada Mahal, Gubernur Bali Ungkap Pernah Keluarkan Miliaran Rupiah Untuk Saksi
Nasional

Gubernur Bali I Wayan Koster menanggapi pernyataan Mendagri Tito Karnavian mengenai mahalnya biaya politik dalam pilkada. Ia pun mengungkapkan bahwa dirinya mengeluarkan hingga miliaran rupiah untuk membayar saksi.

WowKeren - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian sempat menyinggung mengenai mahalnya biaya yang harus dikeluarkan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Hal tersebutlah yang membuatnya ingin melakukan evaluasi pilkada.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur Bali I Wayan Koster pun memberikan pendapat berdasarkan pengalamannya saat mencalonkan diri sebagai Gubernur Bali. Meskipun enggan untuk menyebut berapa total biaya yang dikeluarkannya untuk maju dalam pilkada, mengungkapkan bahwa dirinya harus mengeluarkan sekitar Rp 3 Miliar hanya untuk membayar saksi.

Koster mengaku jika setiap pilkada, seorang calon kepala daerah memang mengeluarkan biaya politik. Akan tetapi, biaya yang dikeluarkan tiap calon berbeda karena tergantung kebijakan partai. "Tergantung juga, kalau saya enggak mahal," kata Koster pada Kamis (21/11).

Menurut Koster, saat maju sebagai calon kepala daerah melalui PDIP, biaya yang dia keluarkan menjadi murah, karena dilakukan dengan gotong royong. Dalam gotong royong tersebut, tiap kader memberikan kontribusinya kepada partai untuk membiayai pertarungan politik di daerah. "Biasanya, setiap kader ada Rp 20 juta ada Rp 50 juta, tergantung. DPR RI lebih gede, DPRD Provinsi lebih gede," ungkap Koster.


Meskipun begitu, Koster mengatakan bahwa untuk bertarung di pilkada, seseorang tak boleh hanya mengandalkan uang. Menurutnya, mereka juga harus memiliki kapabilitas yang telah dipersiapkan jauh-jauh hari.

"Jadi bukan bentuk pragmatis, program yang betul-betul dibutuhkan masyarakat," ujar Koster yang dilansir Kompas pada Jumat (21/11). "Sejak di DPR saya lakukan."

Sementara itu, terkait evaluasi pilkada, Koster menyerahkan sepenuhnya kepada Mendagri Tito Karnavian dan DPR. “Saya serahkan kepada Bapak Menteri dan DPR untuk membahas,” kata Koster.

Sebelumnya, Tito mengatakan bahwa salah satu alasan dirinya mengusulkan evaluasi pilkada secara langsung adalah karena biaya politik yang tinggi. Biaya politik mahal itu menurutnya mulai dari dana yang dikeluarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Selain itu, calon kepala daerah juga mengeluarkan biaya tinggi. Tito pun menyadari bahwa tidak ada yang gratis dalam pilkada langsung. Ia kemudian mencontohkan suatu kasus dimana seorang calon bupati bisa mengeluarkan biaya sebesar Rp 30 Miliar untuk ikut pilkada. "Untuk jadi bupati kalau enggak punya Rp 30 miliar, enggak berani," kata Tito pada Senin (18/11).

(wk/wahy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru