Beri Grasi Koruptor Hingga Takut Terbitkan Perppu, Jokowi Tak Bisa Jadi Panutan Berantas Korupsi?
Nasional

Sejumlah keputusan Jokowi, mulai dari tak kunjung menerbitkan Perppu untuk RUU KPK yang menuai polemik hingga memberi grasi ke napi koruptor dinilai tak mendukung upaya pemberantasan korupsi.

WowKeren - Sejumlah keputusan Presiden Joko Widodo terkait Komisi Pemberantasan Korupsi tak sedikit menuai kritikan. Salah satunya datang dari mantan pimpinan KPK Busyro Muqoddas.

Busyro menilai bahwa keputusan-keputusan Jokowi justru tidak menunjukkan bahwa Presiden mendukung pemberantasan korupsi. Belum lagi ditambah dengan langkah Jokowi yang justru memberikan grasi ke narapidana kasus korupsi Annas Maamun.

Dengan sejumlah keputusan yang dibuatnya terkait KPK, Busyro menilai bahwa Jokowi tidak bisa dijadikan sebagai panutan yang baik dalam pemberantasan korupsi. Selain memberi grasi ke narapidana korupsi, Jokowi juga dianggap tidak cukup berani untuk mengeluarkan Perppu untuk menggantikan Revisi UU KPK yang juga tak kalah menuai polemik.


"Catatan sikap dia menyetujui revisi UU KPK, dibarengi tidak berani mengeluarkan Perppu UU KPK yang baru, ditambah grasi kepada koruptor," kata Busyro dilansir CNN Indonesia, Sabtu (30/11). "Sudah cukup untuk menilai bahwa dia tidak bisa dijadikan panutan tertinggi dalam melawan dan memberantas tumor ganas korupsi yang telah menjadi fakta tindak kebrutalan dan radikal yang nyata."

Menurut Busyro, tak sedikit yang gelisah dengan langkah-langkah yang diambil oleh presiden. Bukan hanya langkah terkait korupsi, namun kebijakan-kebijakan yang lain juga dinilai terindikasi menurunkan standar moralitas. Jika hal ini terus berlanjut maka dikhawatirkan akan terjadi deideologisasi terhadap Pancasila.

"Sudah pada level demoralisasi yang berdampak pada deideologisasi terhadap Pancasila," tegas Busryo. "Yang tidak dicerminkan pada sejumlah kebijakan pemerintah yang diametral, terutama keadilan sosial."

Bukan tanpa alasan, Busyro mengungkapkan salah satu contohnya adalah rekrutmen pejabat maupun staf khusus yang tanpa melihat rekam jejak kandidat tersebut. "Tata kelola sektor ekonomi, pajak, tata ruang, perizinan sektor Sumber Daya Alam, dan rekrutmen pejabat dan staf-staf khusus yang tidak based on track record integritas yang teruji adalah contoh konkret," lanjut mantan Ketua Komisi Yudisial tersebut.

(wk/zodi)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru