Dukung 'Sinyal' Pemerintah, PBNU Kini Ikut Tolak Pemulangan WNI Eks ISIS
Nasional

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung 'sinyal' pemerintah yang menolak pemulangan WNI eks ISIS ke Tanah Air. Hal ini disebut-sebut bertentangan dengan pernyataan mereka pada Juni 2019 lalu.

WowKeren - Pemerintah berencana untuk memulangkan 660 WNI eks partisipan ISIS kembali ke Tanah Air. Namun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat memberikan sinyal penolakan akan ide tersebut.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang turut menyoroti usul tersebut pun turut buka suara. Mereka menyampaikan penolakannya terkait rencana pemerintah untuk memulangkan para WNI eks ISIS itu. Pernyataan ini lantas berbanding terbalik dengan apa yang pernah disampaikan pada Juni 2019 lalu.

Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini mengakui memang ada perubahan sikap dari PBNU. Sebab mereka merasa para WNI eks ISIS sudah menghina kedaulatan Indonesia dengan melakukan pembakaran paspor.

"Melihat perkembangan terkini, tampaknya persyaratan yang kami nyatakan sebagai prasyarat dasar untuk memulangkan eks WNI ISIS, yaitu harus kooperatif dan tidak melakukan hal-hal yang mencederai nilai-nilai nasionalisme, terbukti tidak bisa dipenuhi," kata Helmy lewat keterangan tertulis dilansir CNNIndonesia, Jumat (7/2).


Lebih lanjut, Helmy menjelaskan jika pada Juni 2019 lalu, PBNU mendukung pemulangan WNI eks ISIS karena mempertimbangkan sisi kemanusiaan. Saat itu PBNU merasa diyakinkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang akan mengkaji secara mendalam rencana tersebut.

Meski begitu, dukungan PBNU saat itu dengan syarat para WNI eks ISIS kooperatif. Sayangnya, syarat tersebut telah dilanggar setelah aksi pembakaran paspor oleh para WNI tersebut. "Tentu saja dengan catatan bahwa WNI eks ISIS kooperatif dengan pemerintah dan tidak melakukan hal-hal yang mencederai nilai-nilai nasionalisme," tuturnya.

Sementara itu, Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan jika pemerintah perlu mengkaji dengan matang terkait wacana tersebut. Pasalnya, ia menilai jika keputusan tersebut tak dipikirkan secara matang maka berpotensi menjadi ancaman keamanan.

"Kami menilai masih adanya potensi ancaman keamanan terkait hal tersebut, karena bagaimana pun mereka bukan saja sekadar terpapar paham radikal, tetapi sebagian dari mereka adalah pelaku yang terlibat langsung dalam kegiatan di ISIS," ujarnya, Kamis (6/2). "Sehingga perlu ada tinjauan dari aspek hukum formalnya."

(wk/nidy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait