Ustaz Yusuf Mansur belum lama ini mengungkapkan bahwa dulunya almarhum ayahnya, Abdurrahman Mimbar adalah seorang qory istana di masa pemerintahan presiden Soekarno.
- Lailatul Maghfiroh
- Jumat, 14 Februari 2020 - 14:47 WIB
WowKeren - Dai kondang Yusuf Mansur hingga saat ini masih merasakan duka yang mendalam. Pasalnya sang ayah, Abdurrahman Mimbar telah meninggal dunia pada Kamis (13/2). Sebagai anak, Ustaz Yusuf Mansur mengaku ada penyesalan dalam dirinya ketika sang ayah meninggal.
Ia merasa tak memiliki banyak kenangan dengan ayahnya selama ini. Meski begitu, Yusuf Mansur menyebut ayahnya sebagai sosok yang inspiratif. Pasalnya tak banyak orang yang tahu bahwa ayahnya adalah qory istana di masa Presiden Soekarno.
Yang mana kini kemampuan membaca Alquran dari sang ayah telah menurun kepada ustaz Yusuf Mansur. “Saya kan dikenal suka baca Alquran selain jadi ustaz, saya nurun ke beliau karena beliau qory istana, qory almarhum Soekarno, nurun ke saya. Dari muda sudah bisnis kerjaaanya, itu yang menginspirasi saya,” ucap Yusuf Mansur dilansir dari Cumicumi.com, saat ditemui di kawasan Tangerang, Kamis (13/2).
Selain itu, ustaz Yusuf Mansur juga mengungkapkan alasannya memakamkan sang ayah di Komplek Pesantren Tahfizh Daarul Quran miliknya. Pria berusia 43 tahun ini merasa akan lebih mudah untuk sering berziarah ke makam sang ayah.
“Ini tempat barokah, pesantren di sini 2000 orang berkumpul mempelajari Alquran, mengajari Alquran. Suara Alquran didengar setiap saat dan kalau saat ziarah jadi gampang,” papar Yusuf Mansur. “Satu hal, dengan saya izin sama keluarga untuk nanem ayah di sini, lebaran saya nggak perlu keliling, mereka yang akan ziarah ke sini.”
Ustaz Yusuf Mansur juga menyampaikan wejangan agar setiap dari kita tak menyia-nyiakan merawat orangtua semasa masih hidup. Agar kelak tidak merasakan penyesalan seperti dirinya yang kini kehilangan kedua orangtuanya.
“Ini pesan buat yang hidup, kalau masih punya orang tua yang masih hidup,” pungkas ustaz Yusuf Mansur. “Coba dah diopeni benar-benar, jangan nyesel kayak saya dua-duanya nggak ada.”
(wk/lail)
