Kisah Tegar Perawat Harus Mematikan Ventilator Pasien Corona Dan Setia Temani Hingga Ajal
Dunia

Kisah menyakitkan seorang perawat asal Inggris yang kerap dihadapkan dengan pilihan sulit harus mematikan ventilator pasien virus corona dan menemani hingga ajal.

WowKeren - Berbagai kisah seputar pandemi virus corona (COVID-19) terus bermunculan di sejumlah negara. Salah satunya adalah mengenai kesaksian para perawat yang bertugas di garda depan dalam menangani pasien virus corona.

Perawat asal Inggris, Juanita Nittla menceritakan pengalaman beratnya dalam menangani pasien COVID-19. Nittla bekerja sebagai perawat kepala ruang di Unit Perawatan Intensif di Royal Free Hospital, London, Inggris. Ia telah mengabdikan hidupnya di Badan Kesehatan Inggris (NHS) sebagai perawat spesialis perawatan intensif selama 16 tahun terakhir.

Semasa pandemi virus corona, Nittla menceritakan pengalaman traumatis dan menyakitkannya saat harus mematikan ventilator pasien COVID-19. Menurutnya, hal tersebut merupakan keputusan tersulit setiap tim medis kepada pasien yang kondisinya tidak bisa membaik lagi.

Nittla mengaku ia terkadang merasa bertanggung jawab atas kematian para pasien virus corona yang ditanganinya jika harus melepas alat pembantu hidup. “Terkadang saya merasa seperti saya bertanggung jawab atas kematian seseorang,” ungkap Nittla seperti dilansir dari BBC, Selasa (21/4).

Ventilator mengambil alih proses pernapasan tubuh ketika virus corona sudah sampai pada tahap membuat paru-paru gagal berfungsi. Langkah ini memungkinkan tubuh pasien melawan infeksi dan sembuh, tetapi kadang-kadang tidak cukup membantu.

Nittla mengatakan jika tugasnya di pagi hari pada pekan kedua April adalah harus memutus ventilator seorang perawat berusia 50 tahun setelah terinfeksi COVID-19. Ia mengenang bagaimana dirinya mematikan ventilator dan duduk di samping pasien tersebut hingga ajal menjemput.

”Saya tutup tirai dan matikan semua alarm. Saya duduk di sampingnya, memegang tangannya sampai ia meningggal dunia,” cerita Nittla. “Saya melihat cahaya berkedip-kedip di layar dan detak jantung menunjukkan angka nol, garis datar di layar.”


Setelah menyaksikan pasien yang dirawatnya meninggal dunia, Nittla harus mencabut selang obat bius sang pasien. Selanjutnya ia bersama rekannya memandikan jenazah tersebut sesuai dengan permintaan keluarga.

”Dengan bantuan seorang kolega, saya memandikan jenazah di tempat tidur dan membungkusnya dengan kain putih dan memasukkan jenazah itu ke dalam kantong mayat,” kata Nittla. “Saya membuat tanda salib di keningnya (sesuai permintaan keluarga) sebelum menutup kantong itu.”

Nittla bahkan harus mengabarkan kepada keluarga pasien yang telah meninggal tersebut mengenai detik-detik terakhir kehidupannya. Pasalnya, keluarga memang tidak diizinkan untuk menjenguk pasien positif corona demi mencegah tertular.

”Saya meyakinkan kepada putrinya bahwa ibunya tidak kesakitan dan tampak nyaman," ucap Nittla. “Saya juga menanyakan tentang keinginan ibunya dan hal-hal yang perlu dilakukan sesuai dengan ketentuan agamanya.”

Nittla pun menceritakan jika situasi di rumah sakitnya begitu mengerikan lantaran terus didatangi pasien positif virus corona dengan kondisi kritis. Ia juga mengaku kerap mengalami mimpi buruk akibat adanya wabah ini.

”Sebelum memulai tugas, kami berpegangan tangan dan mengatakan 'Semoga selamat!',” tutur Nittla. “Kami saling memperhatikan. Kami memastikan semua orang mengenakan sarung tangan, masker dan alat pelindung diri secara benar.”

”Saya benar-benar mengalami mimpi buruk. Saya tidak bisa tidur. Saya khawatir terkena virus. Semua orang takut,” sambungnya. “Orang-orang menasihati saya untuk tidak bekerja tetapi ini sedang ada pandemi. Saya singkirkan semuanya dan saya laksanakan pekerjaan saya.”

(wk/lian)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait