Tak Ingin Tragedi Susur Sungai Sleman Terulang, Dua Ibu Gugat UU Pramuka ke MK
Nasional

Dua orang ibu rumah tangga asal Lampung, menggugat UU tentang Gerakan Pramuka ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan tersebut dilayangkan agar tragedi susur sungai Sleman pada Februari lalu tak kembali terulang.

WowKeren - Tragedi susur sungai di Sleman yang dilakukan oleh ratusan siswa SMPN 1 Turi Kabupaten Sleman, Yogyakarta sempat menjadi sorotan di bulan Februari lalu. Pasalnya, kegiatan Pramuka tersebut menelan belasan korban jiwa.

Tak ingin peristiwa tersebut kembali terulang, dua ibu rumah tangga asal Lampung, Rohiyana dan Solyana, menggugat UU tentang Gerakan Pramuka ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan keduanya didaftarkan pada Senin (11/5) dengan tanda terima 1973/PAN.MK/V/2020.

Dalam permohonannya, Rohiyana dan Solyana mempersoalkan keberadaan Pasal 7 ayat (3) huruf d dalam UU Pramuka yang berbunyi:

(3) Metode belajar interaktif dan progresif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan melalui interaksi:

d. kegiatan yang menantang.

Keduanya merasa jika hak konstitusionalitasnya dirugikan dengan adanya pasal tersebut. Sebab, kedua ibu tersebut memiliki anak yang duduk di SD dan tengah mengikuti kegiatan pramuka.


"Kekhawatiran ini bukan saja telah merugikan para korban namun juga memberikan ketakutan bagi para pemohon yang merupakan para orang tua atas keselamatan anggota keluarganya, terkhusus terhadap anaknya," tulis keduanya dalam gugatan tersebut.

Mereka juga mencontohkan tragedi susur sungai Sleman yang dilakukan para Murid SMPN 1 Turi. Peristiwa tersebut menelan korban jiwa disebabkan kelalaian para pembinanya.

"Telah banyak terjadi kasus-kasus yang menewaskan anak-anak pramuka yang terjadi di Yogyakarta yang mana menewaskan 10 siswa SMPN 1 Turi di Sungai Sempor di Sleman," imbuh keduanya dalam materi gugatan. "Dalam kasus itu tidak ada satu pun pembina pramuka yang berusaha melakukan upaya pencegahan agar insiden itu tidak terjadi lagi."

Untuk itu, keduanya meminta MK agar menyatakan Pasal 7 ayat (3) huruf d dalam UU Pramuka dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum tetap. Sehingga kejadian seperti susur sungai di SMPN 1 Turi Sleman tidak terulang lagi.

Sementara itu, ketiga 3 pembina pramuka sekaligus tenaga pengajar di SMP terkait telah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Meski begitu, ketiganya kompak menolak adanya upaya penangguhan penahanan.

Alasan dibalik penolakan tersebut kemudian menjadi sorotan. "Mereka menjawab, 'biarlah kami di sini menebus dosa sebagai rasa tanggung jawab kepada keluarga (korban)'," ujar Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi selaku pendamping ketiganya selama proses hukum berjalan.

(wk/nidy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru