Ahli Epidemiologi Soal PSBB: Ini Sudah Longgar Sekali, Apa Yang Mau Dilonggarkan Lagi?
Instagram/dishubsurabaya
Nasional

Ahli epidemiologi memberikan sorotan tajam terkait sejumlah kebijakan Pemerintah Indonesia yang terus melakukan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

WowKeren - Berbagai kebijakan Pemerintah Indonesia yang mulai melakukan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah menuai kontroversi. Diantaranya adalah dengan membuka kembali akses transportasi publik dan mengizinkan warga di bawah usia 45 tahun untuk bekerja kembali di kantor selama PSBB berlangsung.

Bahkan, Ketua Gugus Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo telah melontarkan wacana simulasi pelonggaran PSBB. Doni mengatakan jika Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan gugus tugas untuk menyiapkan pelonggaran PSBB.

”Bapak presiden telah memberikan instruksi kepada gugus tugas untuk menyiapkan suatu simulasi agar apabila kita melakukan langkah-langkah pelonggaran,” ujar Doni seperti dilansir dari BBCIndonesia, Selasa (12/5). “Maka tahapan-tahapannya harus jelas.”

Sejauh ini, ada empat provinsi di Indonesia yang menerapkan PSBB yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Gorontalo. Diluar wilayah itu, ada juga sejumlah kota atau kabupaten yang menerapkan PSBB. Diantaranya adalah Surabaya di Jawa Timur serta Tangerang Selatan di Banten.

Wacana pelonggaran PSBB oleh pemerintah sendiri mendapatkan kritikan dari ahli epidemiologi. Seorang ahli epidemiologi yang juga merupakan tim pakar gugus tugas COVDI-19 Nasional mempertanyakan ukuran bagaimana pelonggaran PSBB bisa berhasil dalam menangani wabah corona.

”Apa yang mau dilonggarkan? Ini sudah longgar banget pelaksanaan PSBB karena dari awal nggak ada indikatornya,” jelas Tri Yunis. “PSBB apa ukuran keberhasilannya? Jumlah keluarga yang tetap di rumah berapa persen?”


”Jumlah transportasi yang kurang berapa persen? Berapa banyak yang pakai masker di tempat umum? Itu harus diukur,” sambungnya. “Kalau nggak, itu artinya nggak ada indikatornya.”

Tri Yunis lantas mengatakan masih adanya aktivitas normal di sejumlah wilayah yang menerapkan PSBB. Menurutnya, kebijakan PSBB sejauh ini paling berimbas pada kantor-kantor yang meliburkan pegawainya, tetapi belum pada masyarakat luas lainnya.

Sebagai contoh yang terjadi di DKI Jakarta, sejumlah orang dilaporkan berkerumun menghadiri penutupan gerai restoran cepat saji McDonald’s di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat. Padahal, aturan PSBB masih berlaku.

Selain itu, Tri Yunis juga memberikan contoh lainnya. Ia berkaca pada kota Bekasi, Jawa Barat yang hingga pekan lalu telah mencatat adanya 17.000 orang yang melanggar aturan PSBB.

Pendapat serupa diutarakan oleh Ketua Rumpun Tracing Gugus Tugas penanganan COVID-19 wilayah Jawa Timur, Kohar Hari Santoso. Ia mengatakan dengan tidak adanya indikator pelonggaran PSBB, maka kasus virus corona akan sulit ditangani.

Kohar lantas mencontohkan situasi di Jawa Timur yang saat ini menjadi provinsi kedua dengan jumlah kasus COVID-19 tertinggi di Indonesia. Pihaknya lantas melaksanakan perpanjangan PSBB di sejumlah wilayah dengan berpegang pada tiga indikator seperti yang tercantum di Peraturan MenterI Kesehatan tentang PSBB Nomor 9 tahun 2020.

”Yang pertama, pelaksanaan PSBB bisa terlaksana dengan baik. Kedua, peningkatan kasus sudah bisa dikendalikan. Bukan berarti tidak ada kasus lagi, tapi bisa dikendalikan,” jelas Kohar. “Ketiga, tidak ada transmisi lokal atau perluasan daerah yang terkena COVID-19.”

(wk/lian)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru