Rangkul Google, Kebijakan Kemendikbud Lagi-Lagi Dipertanyakan
Unsplash/Pawel Czerwinski
Nasional

Pengamat Pendidikan, Doni Koesoema, meminta Kemendikbud untuk menjelaskan mekanisme kerjasama dengan Google. Terutama terkait transparansi anggaran yang dikucurkan untuk perusahaan asing tersebut.

WowKeren - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kini merangkul Google untuk mengajak masyarakat mengenal budaya dan sejarah Indonesia lebih jauh melalui Google Arts and Culture. Kebijakan Kementerian yang dipimpin Menteri Nadiem Makarim tersebut kembali dipertanyakan.

Pengamat Pendidikan, Doni Koesoema, meminta Kemendikbud untuk menjelaskan mekanisme kerjasama dengan Google. Terutama terkait transparansi anggaran yang dikucurkan untuk perusahaan asing tersebut.

"Kita tidak tahu mekanisme dan tendernya seperti apa? Tetapi, hal ini harus diperhatikan," terang Doni pada Rabu (1/7). "Memang betul di masa COVID-19, kita butuh kolaborasi, gotong-royong, tetapi cara-caranya Kemendikbud itu harus tepat, jangan sampai anggaran negara ini dan anggaran pendidikan tersebar ke sana ke mari. Harus transparan dan akuntabel."

Sebelumnya, Kemendikbud sudah disorot saat menggandeng layanan streaming asal Amerika Serikat, Netflix, untuk program pendidikan di tengah pandemi corona. Kerjasama Kemendikbud dan Netflix tersebut menuai kritik.


Lebih lanjut, Doni menyayangkan pernyataan Kemendikbud yang menyebut perusahaan asing seperti Netflix dan Google diajak untuk bekerja sama dalam program pendidikan di tengah pandemi corona. Namun di sisi lain Kemendikbud tidak menyebutkan mekanisme penggunaan anggaran dalam kerjasama tersebut.

"Mekanisme ini yang kita tidak tahu dan menjadi pertanyaan. Apakah dana BOS secara eksplisit diperbolehkan untuk pembelian platform berbayar dengan menyebut merek tertentu," jelas Doni. "Bahkan, dalam rilis Kemendikbud menyebut merek tertentu, seperti Netflix dan Google yang seharusnya tidak boleh disebutkan merek oleh Kemendikbud."

Doni lantas menyebut bahwa platform kerjasama Kemendikbud dengan Google dan Netflix tersebut hanya bisa diakses sebagian siswa saja, meski gratis. Pasalnya, tutur Doni, tidak semua siswa paham dalam mengakses atau melihat langsung tayangan berbayar secara gratis, karena keterbatasan ketersediaan ponsel dan pulsa siswa.

"Ketika saya coba masuk (mengakses), karena Kementerian bilangnya gratis, tetapi rupanya hanya sebagian saja. Menurut saya, enggak benar seperti ini," ujar Doni. "Karena jika harus memasukkan database tentu setiap siswa harus mengeluarkan pulsa, tetapi tidak semua siswa punya handphone."

Selain itu, Doni juga mengkhawatirkan soal Google yang bisa mendapatkan basis data puluhan juta siswa Indonesia. "Kalau platform berbayar, seperti Google, mereka bisa mendapatkan data-data dari 50 juta anak Indonesia untuk kepentingannya, seperti Google Classroom, di mana data-data itu sangat penting, misalnya harus membuat data di Classroom, sekolah harus didaftarkan dan nama grupnya didaftarkan semua, dan itu data yang sangat berharga bagi mereka lebih dari sekadar timbal balik uang," pungkas Doni.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru