Resesi AS Akan Pengaruhi Ekspor RI Hingga Nilai Tukar Rupiah
Nasional

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, resesi AS akan berdampak pada perdagangan Indonesia.

WowKeren - Amerika Serikat (AS) resmi masuk ke jurang resesi usai produk domestik bruto (PDB / GDP) negara tersebut mengalami kontraksi sampai 32,9 persen pada kuartal II 2020. Kontraksi ini merupakan yang terparah yang pernah dialami AS, dengan kuartal I 2020 mencatatkan minus 5 persen.

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, resesi AS ini akan berdampak pada perdagangan Indonesia. Pasalnya, AS merupakan negara tujuan ekspor terbesar kedua setelah Tiongkok.

"Tentu ketika mereka mengalami resesi, konsumsi dan permintaan akan produk-produk kita akan menurun," ungkap Tauhid dilansir CNN Indonesia pada Jumat (31/7). "Saya kira akan jadi masalah untuk barang-barang ekspor ke AS."

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, AS menyerap 11,84 persen dari total ekspor non-migas RI di periode Januari-Mei 2020. Menurut Tauhid, sejumlah komoditas utama yang selama ini mengandalkan pasar AS seperti tekstil, elektronik, produk nabati, dan beberapa produk berbasis sumber daya alam lainnya akan mengalami pukulan terberat.

Lebih lanjut, Tauhid menjelaskan bahwa penurunan permintaan sebenarnya telah terasa sejak kuartal I 2020. Perdagangan dengan AS juga disebutnya menurun tujuh persen sejak Januari lalu.

Meski demikian, Tauhid menilai Indonesia akan diuntungkan dalam nilai tukar mata uang. Pasalnya, dolar AS otomatis akan merosot usai resesi karena kepercayaan global terhadap mata uang Negeri Paman Sam tersebut menurun. "Karena AS resesi, otomatis nilai tukar rupiah semakin menguat karena kepercayaan terhadap dolar menurun," ungkap Tauhid.


Sementara untuk penanaman modal asing (foreign direct investment / FDI), Tauhid menilai akan bergerak dua arah. Menurutnya, Indonesia bisa meraup untung jika dapat menarik investasi yang keluar dari AS ke dalam negeri.

Pasalnya, AS merupakan negara tujuan FDI terbesar di dunia. "Untuk FDI dari AS ke Indonesia relatif kecil, AS tidak masuk salah satu investor terbesar di kita, jadi tidak terlalu pengaruh," terang Tauhid.

Selain itu, harga minyak mentah diprediksi Tauhid akan ikut turun menyusul lesunya permintaan dan konsumsi di AS. Dalam bidang ini, pemerintah RI bisa saja mengambil kesempatan untuk membeli minyak mentah di harga murah dan menampungnya dalam jumlah besar. Dengan demikian, harga BBM dapat ditekan.

Namun demikian, Tauhid pesimis pemerintah dapat mengambil kesempatan tersebut mengingat kilang penampungan PT Pertamina (Persero) yang terbatas. Selain itu, seretnya keuangan Pertamina juga menjadi pertimbangan.

Di sisi lain, ekonom Perbanas Institute Piter Abdullah menilai bahwa pandemi corona bagaikan bom waktu bagi negara-negara yang mengandalkan ekspor seperti AS. Hal ini disebutnya berbeda dari Indonesia yang mengandalkan konsumsi dalam negeri.

"Tapi Indonesia bukan negara seperti itu. Kita tidak bergantung ekspor," jelas Piter. "Jadi resesi di AS dan di banyak negara lainnya tidak akan menambah buruk perekonomian Indonesia."

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait