Baru Sehari Berjalan, Aturan Ganjil Genap DKI Banjir Kritikan
Nasional

Aturan ganjil genap baru berjalan sehari namun sudah menuai beragam kritikan dari sejumlah pihak. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta dengan tenang menjawab kritikan dan kekhawatiran tersebut.

WowKeren - Pemprov DKI kembali menerapkan sistem ganjil genap pada pembatasan sosial berskala besar (PSBB) fase transisi jilid 3 yang berlaku hingga 13 Agustus 2020.

Aturan ganjil genap ini disebut-sebut sebagai cara untuk menghambat laju pertumbuhan kasus COVID-19 baru di ibu kota. Sayangnya, baru sehari berjalan, aturan tersebut telah menuai kritik dari sejumlah pihak.

Menurut pengamat kebijakan transportasi Azas Tigor Nainggolan, sistem ganjil genap tak ada hubungannya dengan upaya menekan mobilitas warga Jakarta di tengah pandemi COVID-19 seperti klaim Pemprov DKI. Tujuan awal penerapan sistem ganjil genap di 25 ruas jalan untuk mengendalikan penggunaan kendaraan pribadi, bukan menekan mobilitas warga.

"Sebagaimana kita ketahui, ganjil genap adalah upaya agar masyarakat berpindah menggunakan transportasi umum dan mengurangi kemacetan di jalan raya," ujar Tigor, Senin (3/8). Tigor menyampaikan, penerapan sistem ganjil genap tak akan memengaruhi jumlah pergerakan warga di Jakarta.

Pasalnya, warga akan memilih alternatif lain untuk menghindari sistem ganjil genap, yakni beralih ke transportasi umum, bukan berdiam diri di rumah seperti yang diharapkan Pemprov DKI. Selain itu, sistem ganjil genap dirancang saat keadaan normal sehingga aturan tersebut tak dapat diterapkan untuk menekan pergerakan warga seperti saat pandemi sekarang.


Sementara itu, adanya kebijakan ganjil genap tersebut rupanya menimbulkan kekhawatiran munculnya klaster baru di moda transportasi umum. Menurut Tigor, penggunaan kendaraan pribadi dinilai lebih minim penyebaran COVID-19 dibandingkan transportasi umum.

Terkait kekhawatiran klaster angkutan umum, Ombudsman Jakarta Raya pun turut menyampaikan pendapatnya. "Kebijakan Dishub DKI yang memberlakukan ganjil genap jelas mendorong munculnya klaster transmisi COVID-19 ke transportasi publik," ungkap Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho.

Teguh berpendapat, Pemprov DKI seharusnya mengawasi aktivitas perkantoran yang melanggar protokol kesehatan COVID-19. Menurutnya, tingginya mobilitas warga di Ibu Kota disebabkan aktivitas perkantoran yang kembali normal.

Oleh karena itu, jika Pemprov DKI ingin membatasi mobilitas warga, maka perkantoran di Ibu Kota harus membatasi waktu kerja para karyawan selama pandemi COVID-19. "Jadi yang harus dibatasi adalah jumlah pelaju yang berangkat dan pulang kerja ke Jakarta. Itu hanya mungkin dilakukan jika Pemprov secara tegas membatasi jumlah pegawai dari instansi pemerintah, BUMN, BUMD dan swasta yang bekerja di Jakarta," terangnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menjawab sejumlah kekhawatiran tersebut dengan melaporkan jika pada hari pertama pelaksanaan ganjil genap cenderung kondusif. Tak ada lonjakan penumpang transportasi umum meski ada pemberlakuan sistem ganjil genap.

"Di angkutan umum tidak ada kenaikan yang signifikan," ujarnya. "Karena berdasarkan data yang kami dapatkan, pada pagi hari Senin lalu jumlah penumpang Transjakarta dari pukul 05.00 sampai 09.00 itu 91.300. Nah hari ini di periode yang sama angkanya 91.450 sekian, artinya angkanya naik sedikit."

(wk/nidy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait