Usai Malaria dan Ebola, Kini Giliran Obat Cacing Yang Dinilai Berpotensi Kalahkan Corona
Health

Perusahaan startup bioteknologi AS, ANA Therapeutics, menemukan bahwa replikasi virus Corona bisa dihambat dengan obat cacing pita 'Niclosamide'. Begini penjelasannya.

WowKeren - Beberapa obat untuk penyakit lain digunakan untuk mengobati pasien COVID-19, seperti deksametason yang sejatinya dipakai mengobati pasien malaria hingga remdesivir alias obat virus Ebola. Dan belakangan muncul lagi alternatif obat penyakit lain untuk mengobati COVID-19, bahkan diklaim jauh lebih efektif daripada remdesivir.

Adalah perusahaan startup bioteknologi bertajuk ANA Therapeutics yang menemukan alternatif obat COVID-19 lain. Perusahaan rintisan ini menggunakan obat cacing pita niclosamide dan kekinian akan melakukan uji klinis.

ANA Therapeutics menyatakan pihaknya sudah mengantongi izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) untuk pengujian tersebut. Dengan demikian, ANA Therapeutics menjadi perusahaan startup pertama yang terlibat uji dan pencarian obat potensial untuk COVID-19.

Memang seberapa efektif penggunaan niclosamide untuk mengobati pasien COVID-19? Menurut ANA Therapeutics, dalam pengujian pra-klinis ditemukan obat itu mampu menghentikan replikasi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19.


Pada tahap penelitian yang sama, terungkap potensi niclosamide bahkan jauh lebih besar daripada remdesivir. Pejabat anonim dari startup itu pun menerangkan adanya sifat anti-inflamasi pada niclosamide, yang tentu sangat membantu pasien COVID-19.

"ANA Therapeutics percaya niclosamide memiliki potensi kuat untuk menghentikan replikasi virus," jelasnya, dikutip dari Fox News, Jumat (7/8). "Dan mengurangi gejala pada pasien yang menderita COVID-19."

Uji klinis itu mengharuskan perusahaan mencari setidaknya 400 pasien COVID-19 di Amerika Serikat, terutama di daerah dengan lonjakan kasus yang mengerikan. Namun hingga Selasa (4/8) waktu setempat, belum ada satu pun pasien yang mendaftar, seperti disampaikan oleh Juru Bicara ANA Therapeutics, Elizabeth Squire.

Untuk uji klinisnya sendiri, ANA Therapeutics mencari pasien rawat jalan dengan kondisi kurang parah serta tidak menggunakan ventilator. Pasien akan diberikan obat yang mereka kembangkan selama tujuh hari dan akan dipantau selama 60 hari.

Terkait dengan terapi yang menggunakan bahan "tak terduga" ini, CEO ANA Therapeutics, Akash Bakshi, menyatakan bahwa perusahaannya hanya berfokus untuk mencari terapi antivirus yang berpotensi di samping vaksin-vaskin yang terus dikembangkan. "Dan (kami) mengantisipasi bahwa niclosamide mungkin terbukti efektif melawan COVID-19. Kami sudah bertekad untuk membuat obat yang bisa diakses oleh semua orang," tegasnya.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru