Baju Daerah yang Dipakai Jokowi Kena Sentil Usai Masyarakat Adat NTT Digusur
Nasional

Kapolres Timor Tengah Selatan Ajun Komisaris Besar Aria Sandy menjelaskan bahwa hanya berusaha menggusur masyarakat tersebut dari lahan yang telah menjadi milik Pemprov NTT.

WowKeren - Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Solidaritas Perempuan (Soliper) menyentil Presiden Joko Widodo yang mengenakan baju daerah dari Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada HUT RI ke-75 lalu. Pasalnya, ada dugaan polisi melakukan upaya represif dan intimidatif saat mengosongkan lokasi permukiman masyarakat adat Pubabu di Timor Tengah Selatan.

"Pada upacara #75TahunIndonesiaMaju, @jokowi mengenakan pakaian adat Timur Tengah Selatan (TTS)," tulis akun Twitter Soliper pada Selasa (18/8). "Hari ini kami dihubungi perempuan & anak Desa Pubabu, Kab TTS, NTT. Mereka menangis mendengar tiga kali tembakan peringatan yang dikeluarkan oleh Brimob.."

LSM Soliper

Twitter

Dalam utas tersebut, Soliper menyebut bahwa dugaan tindakan represif itu sudah terjadi beberapa kali dalam bulan Agustus 2020 ini. LSM itu juga melampirkan sejumlah foto dan unggahan video yang memperlihatkan kondisi kampung sekitar.

Menurut laporan LSM tersebut, Brimob mendatangi lokasi pengungsian masyarakat adat pada Selasa (18/8) kemarin untuk menyuruh mereka keluar dari sana. Brimob juga disebut mengancam dan melakukan tindakan represif, serta mengeluarkan tembakan sebanyak tiga kali untuk mengusir warga.

"Masyarakat masih berjuang. Saat ini situasi sangat menakutkan bagi masyarakat adat Pubabu, terutama perempuan dan anak," lanjut Soliper. "Informasi terakhir, beberapa anak pingsan karena masih trauma suara tembakan. Beberapa anak sempat dibawa Brimob ke posko, dan diintimidasi. Sekarang sudah dilepaskan."


Sementara itu, Kapolres Timor Tengah Selatan Ajun Komisaris Besar Aria Sandy membantah tudingan adanya tindakan represif. "Kalau dikatakan represif, saya mau tanya. Siapa masyarakat yang luka, kena pukul?" ujar Aria dilansir CNN Indonesia.

Menurut Aria, saat kejadian pihaknya hanya berusaha menggusur masyarakat tersebut dari lahan yang telah menjadi milik Pemprov NTT. Masyarakat adat tersebut diklaim telah bersepakat dengan pemerintah untuk mendapatkan ganti rugi berupa tanah seluas 800 meter dan bangunan rumah untuk ditempati.

Aria menjelaskan bahwa saat itu masyarakat tetap bertahan di lokasi karena terprovokasi sejumlah pihak. Padahal, tuturnya, pemerintah setempat telah menyediakan berbagai fasilitas. Aparat pun terpaksa mengeluarkan gas air mata, namun Aria menegaskan tidak ada tembakan peringatan yang dikeluarkan petugas.

"Dibujuk lima hari tidak mau, akhirnya anggota bagaimana menggerakan mereka. Mau pegang juga sungkan kan, karena perempuan dan anak-anak. Lalu anggota melepaskan gas air mata ke arah tanah," ungkap Aria. "Dengan ada kejadian itu (penembakan gas air mata) kan jadi shock therapy. Akhirnya digiring pelan-pelan (keluar lahan)."

Sedangkan terkait kabar penangkapan anak tak bersalah, Aria memberi bantahan. Menurutnya, petugas sempat mengamankan anak tersebut karena kedapatan memiliki bahan peledak di salah satu rumah.

Namun setelah diinterogasi, diketahui bahwa bahan peledak tersebut bukan milik anak itu, melainkan milik salah seorang warga lain yang digunakan untuk berburu. "Ada namanya Korneles, dia warga yang punya bahan peledak untuk berburu. Saat ini sedang ditangani oleh reserse kami," pungkas Aria.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru