Tak Hanya Persoalan Corona, Lebanon Juga Krisis Kesehatan Mental Pasca Ledakan Beirut
Getty Images/Agence France-Presse
Dunia

Pasca ledakan besar yang terjadi di Kota Beirut, Lebanon, pada awal bulan Agustus lalu, negara tersebut terkena krisis kesehatan mental. Mulai anak-anak hingga dewasa banyak yang mengalami trauma yang mendalam.

WowKeren - Ledakan besar yang terjadi di Kota Beirut, Lebanon, pada awal bulan Agustus, sempat menjadi sorotan dunia. Tak hanya karena menyebabkan kerusakan besar dan memakan banyak korban jiwa, peristiwa tersebut rupanya juga memicu lonjakan kasus baru COVID-19.

Namun, selain pandemi corona, Lebanon saat ini tengah mengalami krisis kesehatan mental. Contohnya seperti yang terjadi pada Sandra Abinader (18) masih mengalami trauma secara mendalam akibat peristiwa tersebut.

Sandra bahkan langsung melompat ketika mendengar suara sekecil apa pun. "Suatu hari saya mencoba membuka kendi dan suara letupan membuat saya melompat mundur dan berteriak. Sesaat saya perlu melarikan diri," ujarnya dilansir Reuters, Selasa (25/8).

Meski sadar cobaan yang dia rasakan begitu berat, Sandra mengaku tak tertarik mencari bantuan profesional. "Kami terbiasa menangani masalah kami sendiri," lanjutnya.

Kondisi seperti yang dialami Sandra kini umum dijumpai di Lebanon. Para praktisi kini memperingatkan keadaan darurat kesehatan mental nasional ketika orang-orang mulai menunjukkan tanda-tanda trauma akibat ledakan, termasuk mimpi buruk, kilas balik, tangisan, kecemasan, kemarahan, dan kelelahan.


Psikolog mengatakan ini diperburuk oleh aliran gambar yang terus-menerus di TV Lebanon dan media sosial yang menunjukkan ledakan itu. "Banyak orang merasa putus asa tentang seluruh situasi di sini di Lebanon," kata Jad Daou, seorang sukarelawan di LSM kesehatan mental Lebanon, Embrace.

Embrace, yang biasanya menerima antara 150-200 panggilan dalam sebulan, mengatakan lebih banyak orang telah menghubungi mereka sejak ledakan tersebut. Kelompok tersebut telah menempatkan sukarelawan di salah satu lingkungan yang terkena dampak dan telah memulai kunjungan rumah.

Banyak ahli kesehatan mental yang bergerak setelah ledakan untuk menawarkan layanan mereka, tapi beberapa di antaranya berjuang mengatasi dirinya sendiri. "Saya tidak pernah memiliki psikolog yang berkata, 'Kami belum siap untuk berbicara saat ini. Saya butuh waktu untuk menyembuhkan diri sendiri'," kata psikolog Warde Bou Daher. "Tapi trauma memengaruhi semua orang. Mereka perlu menyembuhkan luka mereka sendiri sebelum bisa membantu orang lain."

Sementara itu, Sandra menegaskan bahwa dia tidak pernah menangis sekali pun sejak kejadian itu, sepupunya tidak dapat menahan air mata saat dia menceritakan pengalamannya tentang ledakan tersebut.

Seorang psikolog anak Ola Khodor mengatakan, banyak warga tidak mampu mengatasi trauma mereka dan tidak tahu bagaimana membantu anak-anak mereka. Para ahli mengatakan, trauma mulai terjadi dalam beberapa minggu setelah suatu peristiwa, seiring orang keluar dari periode "stres akut".

Organisasi PBB Unicef pada Jumat (21/8) lalu, memperkirakan bahwa setengah dari anak-anak yang mereka survei di Beirut sudah menunjukkan tanda-tanda itu.

(wk/nidy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru