Inggris Tuai Kritikan Usai Buat Vaksin COVID-19 Dari Janin yang Diaborsi
Dunia

Tiga Uskup senior Australia mengkritik keras vaksin COVID-19 buatan Universitas Oxford, Inggris dan perusahaan farmasi AstraZeneca yang memiliki masalah etis karena terbuat dari sel-sel janin yang sengaja digugurkan.

WowKeren - Universitas Oxford, Inggris, bersama dengan perusahaan farmasi AstraZeneca tengah mengembangkan vaksin untuk virus corona (COVID-19). Vaksin tersebut telah dipesan oleh Pemerintah Australia.

Sayangnya, vaksin tersebut justru menuai kritikan keras dari 3 orang uskup senior Australia, lantaran memiliki masalah etis karena terbuat dari sel-sel janin yang sengaja digugurkan. Pemerintah Australia sendiri pada Senin (24/8), mengatakan bahwa komunitas keagamaan tak perlu risau, karena tak ada masalah etis terkait vaksin yang sudah dipesan sebanyak 25 juta dosis itu.

Vaksin COVID-19 milik AstraZeneca sendiri saat ini menjadi kandidat paling siap untuk diproduksi dan jadi rebutan banyak negara. Dalam proses pengembangannya mereka menggunakan sel-sel ginjal janin yang sengaja digugurkan. Praktik ini sendiri sudah biasa dilakukan dalam dunia medis.

Namun, pada Kamis (20/8), Uskup Agung Gereja Anglikan, Glenn Davies; Uskup Agung Sidney (Katolik), Anthony Fisher; dan pemimpin Gereja Ortodoks Yunani Australia, Uskup Makarios Griniezakis menyatakan keberatan mereka terkait vaksin COVID-19 dalam sebuah surat kepada Perdana Menteri (PM) Australia Scott Morrison. Para uskup itu mengatakan bahwa mereka mendukung adanya vaksin COVID-19, tetapi penggunaan "sel-sel janin sesungguhnya adalah sesuatu yang sangat tidak bermoral."

Meski tidak mengajak umat mereka masing-masing untuk memboikot vaksin AstraZeneca tersebut, para uskup itu mengatakan bahwa umat berhak untuk menolak menggunakan vaksin tersebut, bahkan jika mereka tak punya pilihan lain. Uskup Fisher bahkan menulis di akun Facebook-nya soal masalah tersebut dan menyatakan bahwa vaksin COVID-19 dari Oxford itu menimbulkan apa yang disebutnya sebagai dilema etis.


Menanggapi persoalan tersebut, Deputi Kepala Kantor Kesehatan Australia, Nick Coatsworth, mengatakan bahwa kekhawatiran gereja itu tak bisa diabaikan. Tetapi di saat yang sama, ia menegaskan bahwa pengembangan vaksin memang membutuhkan kultur sel. "Sel-sel manusia sangat penting dalam pengembangan vaksin," tegasnya.

"Regulasi etis di sekitar penggunaan sel-sel manusia sangat ketat, terutama terkait sel janin manusia," imbuhnya. "Yang mengembangkan vaksin ini adalah unit penelitian di Universitas Oxford yang sangat terkemuka. Jadi menurut saya, kita bisa percaya pada cara mereka mengembangkan vaksin tersebut.

Tetapi menurut Robert Booy, pakar vaksin dari University of Sidney, penggunaan sel-sel janin yang digugurkan sudah biasa dalam pengembangan vaksin selama 50 tahun terakhir. Booy menambahkan bahwa gereja tak pernah mempermasalahkan ini karena ada jarak yang sangat jauh antara penggunaan sel-sel janin dengan vaksin yang sudah rampung.

Praktik ini sendiri sudah diterapkan sejak mengembangkan vaksin untuk Rubella, Hepatitis A, dan Cacar Air. "Sel-sel janin bisa melakukan 50 replikasi, sementara sel-sel yang lebih tua lebih sedikit replikasinya. Jadi, untuk memproduksi vaksin, virus harus dibiakkan di dalam sel janin berkali-kali dan kemudian dipanen," jelasnya.

Kelak, elemen-elemen manusianya akan dibersihkan dan yang digunakan hanya elemen virusnya saja. Artinya tidak ada DNA manusia lagi dalam vaksin yang sudah jadi.

Sementara itu, diketahui PM Australia elah secara resmi memesan 25 juta dosis vaksin COVID-19 ke AstraZeneca. Rencananya vaksin-vaksin itu akan diberikan secara gratis kepada rakyat Australia.

(wk/nidy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru