Begini Prediksi Kapan COVID-19 Berakhir Menurut Para Ahli
Getty Images
Health

Sejumlah ilmuwan dan epidemiolog di seluruh dunia mulai mempelajari pola virus COVID-19 dan memprediksi kapan sekiranya pandemi ini akan berakhir jika menilik dari sejarah-sejarah sebelumnya.

WowKeren - Para ilmuwan di seluruh penjuru dunia kini sedang berlomba-lomba menciptakan vaksin untuk mengatasi pandemi COVID-19. Namun menurut sejumlah ahli, tersedianya vaksin COVID-19 tidaklah dengan serta merta berarti pandemi akan langsung akan berakhir.

Sejumlah ilmuwan dan epidemiolog di seluruh dunia mulai mempelajari pola virus COVID-19 dan memprediksi kapan sekiranya pandemi ini akan berakhir jika menilik dari sejarah-sejarah sebelumnya. Sebagaimana diketahui, sekitar 100 tahun lalu, satu jenis baru influenza menulari hampir sepertiga penduduk dunia. Namun dalam waktu tiga tahun, ancaman flu yang mematikan tersebut kemudian hilang.

"Tidak akan ada misalnya kita mengatakan di tanggal tertentu, virus ini tidak akan menjadi masalah lagi," kata Dr Short, pakar virologi Kirsty Short dari University Queensland. "Yang akan terjadi adalah kalau ada vaksin, jumlah kasus akan berkurang. Selain itu pengobatan akan meningkat dan tingkat kematian menurun."

Dr Short menegaskan bahwa dengan adanya vaksin COVID-19 tidaklah berarti virus ini akan menghilang, bahkan setelah masa pandemi dilalui. "Jadi kemudian perlahan menghilang, tidak tiba-tiba terjadi," lanjutnya. "Menghilangkan virus dari dunia ini sangatlah sulit. Kita baru pertama kali berhasil melakukannya terhadap cacar air."

Dr Short lantas menegaskan diperlukannya sebuah strategi global jika ingin menghilangkan virus dalam sekejap. Namun hal tersebut tak dapat dicapai dengan mudah. "Untuk melakukannya, kita perlu strategi global. Selain itu juga vaksin itu haruslah bisa 100 persen melindungi kita terkena virus dan juga melihat kemungkinan mutasi virus tersebut termasuk di binatang. Ini bukan hal yang mudah," lanjutnya.

"Sebagai contoh, kita hidup bersama dengan MERS sekarang ini," kata Dr Short merujuk kepada sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS), sejenis virus corona yang masih memiliki hubungan dengan virus penyebab COVID-19.


"(MERS) tidak menyebabkan pandemi, karena virus tersebut tidaklah menyebar dengan cepat dari orang ke orang lainnya," lanjutnya. "Sebagai bandingannya, virus corona musiman, mungkin bisa jadi pandemi, namun menjadi seperti flu biasa yang kemudian diabaikan karena tubuh dengan secara perlahan membentuk kekebalan."

Pakar virologi tersebut lantas menjelaskan bahwa diperlukan tiga kondisi untuk menyebabkan sebuah virus menjadi pandemi. Yang pertama adalah virus itu harus menyebabkan penyakit pada manusia, kemudian virus itu mudah menyebar dengan cepat, dan manusia tidak memiliki kekebalan sebelumnya terhadap virus tersebut.

Dengan melihat tiga kondisi untuk menyebabkan pandemi, saat ini tidak banyak yang bisa dilakukan untuk menghentikan penularan virus corona, karena faktor biologi virus tersebut dan keberadaan kita sebagai manusia. Namun dengan menerapkan jarak fisik dan penggunaan masker kita bisa mempersulit penyebaran virus. Faktor penting lainnya untuk menghentikan penularan virus adalah kekebalan tubuh.

Dr Short kemudian mencontohkan virus flu babi. Ketika flu babi mulai merebak bulan April 2009, virus ini berbeda dengan jenis virus flu sebelumnya sehingga menyebar cepat menjadi pandemi.

Sekitar 10 persen penduduk dunia terkena virus tersebut, namun enam bulan kemudian tersedia vaksin untuk memeranginya. Di tahun berikutnya, flu babi ini menjadi flu musiman, masih beredar namun bukan lagi bersifat pandemik.

"Cukup banyak manusia yang memiliki kekebalan terhadap virus tersebut, entah karena mereka mendapat vaksinasi atau memiliki kekebalan karena sudah pernah terkena virus itu sebelumnya," kata Dr Short. "Itu berarti kalau seseorang terkena, kita tidak akan menyebarkannya dan keparahannya sudah berkurang."

(wk/luth)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru