Israel, UEA, Bahrain Resmi Tanda Tangani Perjanjian Abraham Accords di AS untuk Normalisasi Hubungan
REUTERS/Tom Branner
Dunia

Perjanjian itu ditandatangani oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Luar Negeri Bahrain serta Menteri Luar Negeri UEA di Gedung Putih, Washington D.C., Amerika Serikat (AS).

WowKeren - Israel, Uni Emirat Arab (UEA), dan Bahrain resmi menormalisasi hubungan mereka dengan menandatangani perjanjian Abraham Accords di Gedung Putih, Washington D.C., Amerika Serikat (AS). Presiden AS Donald Trump menyatakan perjanjian ini bakal mengubah alur sejarah.

Perjanjian itu ditandatangani oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Luar Negeri Bahrain serta Menteri Luar Negeri UEA. Seremoni di halaman Gedung Putih dihadiri ratusan orang, namun tidak ada jabat tangan karena kekhawatiran penularan COVID-19.

"Setelah beberapa dekade perpecahan dan konflik, kami menandai era baru Timur Tengah. Kami di sini, siang ini untuk mengubah arah sejarah," kata Trump, sebagaimana dilansir dari CNN pada Rabu (16/9).

Trump juga mengatakan perjanjian itu akan menjadi dasar perdamaian komprehensif di Timur Tengah. Presiden dari Partai Republik itu juga mengatakan bahwa perjanjian damai antara Israel, UEA, dan Bahrain itu akan mengakhiri konflik dan perpecahan di kawasan Timur Tengah.

"Berkat keberanian para pemimpin dari ketiga negara ini, kami mengambil langkah besar menuju masa depan di mana orang-orang dari semua agama dan latar belakang hidup bersama dalam damai dan kemakmuran," kata Trump.

Sementara Netanyahu menyebut hari itu sebagai poros sejarah. "Ini menandai era baru perdamaian. Pada akhirnya ini bisa mengakhiri konflik Arab-Israel untuk selamanya," ujar Netanyahu.


Menteri Luar Negeri UEA, Abdullah bin Zayed Al-Nahyan, mengatakan berterima kasih karena pada Israel karena memilih perdamaian dan menghentikan perebutan paksa wilayah Palestina. "Saya berdiri di sini hari ini untuk mengulurkan tangan perdamaian dan menerima tangan perdamaian," katanya.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Bahrain, Abdullatif bin Rashid Alzayani, menggambarkan perjanjian itu sebagai langkah awal untuk membangun perdamaian yang lebih besar di kawasan.

"Sekarang adalah kewajiban kita untuk bekerja secara aktif untuk mewujudkan perdamaian dan keamanan abadi yang layak diterima rakyat kita. Solusi dua negara yang adil, komprehensif dan abadi untuk konflik Palestina-Israel akan menjadi fondasi, landasan perdamaian seperti itu," ujarnya.

Bahrain menjadi negara Arab keempat yang menjalin hubungan diplomatik dengan Israel setelah Mesir pada 1979, Yordania pada 1994, dan UEA pada Agustus 2020.

Kesepakatan normalisasi itu menuai kecaman publik Palestina. Mereka menyebut kesepakatan tidak mengakomodir kepentingan Palestina dan mengabaikan hak-hak mereka.

Otoritas Palestina mengatakan setiap kesepakatan dengan Israel harus didasarkan pada Prakarsa Perdamaian Arab tahun 2002 dengan prinsip "tanah untuk perdamaian" dan bukan "perdamaian untuk perdamaian" seperti yang dipertahankan Israel.

Sebelumnya Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammad Shtayyeh menyatakan normalisasi hubungan diplomatik ketiga negara tersebut bakal dianggap hari berkabung bagi dunia arab. Shtayyeh mengatakan perjanjian itu menjadi kekalahan Liga Arab yang tidak lagi bersatu melainkan terpecah. "Ini akan menjadi tanggal lain untuk menambah kalender penderitaan Palestina," ucap Shtayyeh.

(wk/luth)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru