SBY Dinilai Sedang 'Playing Victim' Soal Demo UU Ciptaker, Ini Analisisnya
Nasional

Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai playing victim terkait masalah kerusuhan demonstrasi penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Ini bukti berdasarkan analisis Bos Voxpol.

WowKeren - Pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja telah memicu penolakan hingga aksi demonstrasi besar-besaran yang berujung pada kerusuhan. Pemerintah Indonesia sendiri meyakini jika ada dalang dibalik aksi demo penolakan UU Ciptaker yang menjadi rusuh. Bahkan, nama Presiden Republik Indonesia Ke-6 Susilo Bambang Yudhono (SBY) ikut terseret terkait demo rusuh tersebut.

SBY sendiri telah memberikan pernyataan resminya terkait hal tersebut. Rupanya, ia merasa dituduh menjadi dalang dari demo rusuh penolakan UU Ciptaker. Namun, pernyataan SBY tersebut justru dinilai sedang melakukan playing victim.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago meminta SBY untuk tidak bersikap berlebihan dan seolah-olah menjadi korban dalam masalah ini. Ia juga mengingatkan agar baik SBY maupun pemerintah untuk tidak saling menuduh-nuduh terkait dalang demo rusuh tanpa disertai bukti yang kuat.

"Repot juga saling tuduh-menuduh tanpa ada bukti yang kuat. SBY mungkin berasa saja, atau senang memainkan peran playing victim," kata Pangi seperti dilansir dari Detik, Rabu (14/10). "Nggak perlu terlalu reaksioner, apalagi mau memainkan peran seolah olah terzalimi, dan rakyat bakal berempati. Ini justru makin memperkeruh."

Pangi mengatakan jika SBY terlalu sensitif dalam menanggapi tuduhan-tuduhan yang bergulir liar tersebut. Apalagi, pemerintah sejauh ini tidak pernah menyebut bahkan menuduh SBY sebagai dalang aksi unjuk rasa yang berakhir dengan kerusuhan beberapa waktu lalu. Menurutnya, sikap saling tuduh di tengah situasi saat ini justru hanya memperkeruh suasana dan berpotensi menciptakan perpecahan.


"Sejauh tidak ada menyebut nama, maka siapa yang merasa dituduh sebagai dalang tentu itu hanya dongeng dan tuduhan tanpa beralasan, tidak perlu direspons," jelas. "Saya lihat SBY terlalu reaktif juga, atau sangat sensitif. Apakah ada Istana menyebut nama bahwa SBY dianggap dalam kerusuhan atau otak intelektual di balik Omnibus Law? Kalau Partai Demokrat yang menolak UU Omnibus Law, iya betul."

"Sekarang yg dibutuhkan bagaimana masing-masing elite petinggi ini menyematkan bahasa persatuan dan kesatuan bangsa," sambungnya. "Bukan bahasa perpecahan, yang memancing dan terlalu reaksioner merespons tuduhan yang juga tidak valid, hanya asumsi, persepsi liar, dan tuduhan yang tidak kuat bukti dan alasannya. Tuduhan dongeng saja."

Sementara itu, pengamat politik dari KedaiKOPI Hendri Satrio menyarankan agar Presiden Joko Widodo dan SBY bertemu secara terbuka agar tidak saling tuduh. Pasalnya, sikap saling tuduh pemerintah dan tokoh politik dapat berdampak kepada masyarakat.

"Tunjukkan aja lah dengan pertemuan di depan publik antara para petinggi, tokoh-tokoh bangsa ini. Ketemu di publik gitu lho, ngobrol. Ini kan problem yang besar ini. UU Cipta Kerja, polemiknya ada, dan lain-lain," saran Hendri. "Yaudah, ada Pak Jokowi, ada Pak SBY, ada Bu Mega, yaudah, bertemu aja untuk menyelesaikan masalah ini sehingga tidak saling tuduh."

"Tambah pusing rakyat, ini udah ada COVID, ekonomi jelek, ada tokoh bangsa tuduh-tuduhan lagi, kan nggak enak," lanjutnya. "Udah lah, diselesaikan saja, bertemu, musyawarah mufakat seperti khasnya orang Indonesia."

(wk/lian)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru