Ternyata Ini Alasan RI Buru-Buru Borong Vaksin Corona Walau Belum Tuntas Uji Klinis
Nasional

Ahli Biologi Molekuler Ahmad Utomo membeberkan alasan di balik 'kepercayaan diri' pemerintah yang sudah memborong ratusan juta dosis vaksin COVID-19 walau belum selesai uji klinis fase III.

WowKeren - Indonesia secara mengejutkan mengaku sudah mengamankan sampai ratusan juta dosis vaksin COVID-19. Jatah ratusan juta vaksin ini didapat dari 4 perusahaan, yakni CanSino Tiongkok, Sinopharm Tiongkok, Sinovac Tiongkok, dan AstraZeneca Inggris.

Padahal hingga kini belum ada kandidat vaksin yang dinyatakan benar-benar efektif dan aman untuk menangani COVID-19. Namun Indonesia tampaknya yakin dengan ratusan juta dosis vaksin yang sudah diborong itu, bahkan siap mengedarkan mulai November 2020.

Perilaku memborong secara terburu-buru ini pun menjadi sorotan publik. Ahli Biologi Molekuler Indonesia, Ahmad Utomo, lantas mencoba memberikan dugaan alasan di balik sikap pemerintah tersebut.

"Ada beberapa alasan kenapa, dalam tanda kutip, (pembelian vaksin) terburu-buru," jelas Ahmad, Senin (19/10). "Sebab kita berhadapan dengan kondisi di mana permintaan vaksin lebih banyak daripada produsen vaksin."

Memang jumlah dosis yang diperlukan untuk masyarakat Indonesia saja mencapai nyaris 600 juta dosis. Hal ini diasumsikan dari sifat vaksin COVID-19 yang kebanyakan double doses alias harus disuntikkan dua kali untuk efektivitas jangka panjang.


Situasi ini menimbulkan keinginan agar Indonesia tetap mendapat bagian padahal suplainya sangat rendah. "Tentu secara market harga (vaksin) mahal. Berarti kita ingin mendapat bagian. Jangan sampai kehabisan, maka kita beli dulu," terang Ahmad, dikutip dari Kompas, Rabu (21/10).

Hanya saja rencana pembelian vaksin yang belum selesai uji klinis tentu saja memunculkan efek samping tertentu. "Kalau yang dibeli itu efektif, maka tidak masalah. Tetapi bagaimana kalau tidak efektif?" ujar Ahmad.

Oleh karenanya, Ahmad mendorong Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk menyampaikan hasil uji klinis seluruh vaksin yang diimpor Indonesia itu.

"Walaupun vaksin COVID-19 ini sudah dibeli dan distok, tetapi secara regulasi tidak bisa langsung diberikan atau divaksinasikan sebelum ada lampu hijau dari BPOM," tegasnya. "Karena BPOM adalah garda terakhir."

Sebelumnya Kepala LBM Eijkman, Amin Soebandrio, juga menegaskan bahwa vaksin bisa tetap diedarkan bila mendapat status otorisasi darurat (EUA / Emergency Use Authorization). Di ranah global, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lah yang memberikan status ini, sedangkan di Indonesia yang "menyemprit" adalah BPOM. Sedangkan Kementerian Kesehatan bertanggung jawab sebagai garda terakhir menentukan apakah vaksin bisa diedarkan atau tidak.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru