Prancis Tarik Dubes dari Turki Usai Presiden Erdogan Sindir Macron
Getty Images
Dunia

Prancis menilai kritik Erdogan terhadap pemerintahan Macron sangat kasar. Kantor Kepresidenan Prancis pun mengatakan tidak bisa menerima pernyataan Erdogan yang dianggap berlebihan.

WowKeren - Prancis memanggil pulang duta besar Turki seusai Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan Presiden Emmanuel Macron harus menjalani perawatan kesehatan mental. Prancis menilai kritik Erdogan terhadap pemerintahan Macron sangat kasar.

Kantor Kepresidenan Prancis pun mengatakan tidak bisa menerima pernyataan Erdogan yang dianggap berlebihan dan kasar. Prancis menggunakan pernyataan keras yang tidak pernah mereka sampaikan sebelumnya. "Kami menuntut Erdogan untuk mengubah kebijakannya, yang membahayakan semua aspek," kata Kantor Kepresiden Prancis dalam pernyataan mereka.

Sebelumnya, saat menyampaikan pidato di Partai Keadilan dan Pembangunan di Kota Anatolia tengah, Erdogan menghina kebijakan Macron terhadap masyarakat Muslim di Prancis. "Apa masalah orang yang bernama Macron dengan Islam dan Muslim? Apa lagi yang bisa dikatakan kepala negara yang tidak mengerti kebebasan kepercayaan dan yang bertindak seperti ini pada jutaan orang yang hidup di negara yang memiliki kepercayaan yang berbeda," kata Erdogan.

Hal ini bermula setelah majalah satire Prancis, Charlie Hebdo, mengumumkan menerbitkan ulang kartun Nabi Muhammad pada Selasa (1/9). Penerbitan ulang dilakukan untuk menandai dimulainya persidangan penyerangan kantor mereka terkait karikatur itu pada 7 Januari 2015 silam.

Ketika itu,12 orang, termasuk beberapa kartunis terkemuka, tewas dalam serangan yang dilakukan dua bersaudara, Said dan Cherif Kouachi, di kantor Charlie Hebdo, Paris.

Sejumlah politikus Prancis, terutama partai sayap kanan Front Nasional pimpinan Marine Le Pen, mendukung penerbitan karikatur nabi itu serta menghubungkan aksi teror dengan ajaran Islam dan menyuarakan ujaran anti-Islam. Sementara, Presiden Macron menyatakan tidak bisa mencampuri keputusan redaksional majalah.


Selain itu, ada insiden pemenggalan guru sejarah, Samuel Paty, oleh Abdoullakh Abouyezidovitch, seorang remaja berusia 18 tahun yang merupakan pendatang dari Chechnya, di kota kecil Conflans-Sainte-Honorin, Val d'Oise, Prancis, Jumat (16/10).

Guru sekolah menengah itu disebut sempat menggelar diskusi soal kartun Nabi Muhammad dengan para muridnya. Pelaku kemudian ditembak mati polisi.

Setelah insiden itu Macron berpendapat tentang, "Dibunuh karena para umat muslim menginginkan masa depan kita". Sejak itu Macron mendapat kritik dari berbagai pihak. Salah satu yang mengkritik Macron adalah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Ia menyindir Macron atas kebijakannya terhadap kelompok muslim di Prancis dan mengatakan bahwa Macron perlu mengecek kesehatan mental.

Dalam beberapa bulan terakhir hubungan Prancis dan Turki semakin memanas. Mereka berbeda posisi dalam konflik di Suriah, Libya, dan Nagorno-Karabakh, wilayah perbatasan yang saat ini tengah diperebutkan Armenia dan Azerbaijan.

Macron menuduh Turki melanggar komitmen dengan meningkatkan kehadiran militer mereka di Libya dan membawa milisi bersenjata ke Suriah. Prancis juga berpihak pada Yunani dan Siprus dalam gesekan di Mediterania Timur.

Sementara, seruan untuk memboikot barang-barang Prancis bermunculan setelah komentar Presiden Emmanuel Macron terhadap Islam dan Muslim. Lembaga Islam Mesir, al-Azhar, juga turut mengecam pernyataan rasis presiden Macron itu.

Boikot tersebut sudah berlangsung di Kuwait dan Qatar. Beberapa postingan di media sosial menunjukkan para pekerja mengeluarkan keju olahan Kiri dan Babybel Prancis dari rak supermarket di Kuwait. Pekan Budaya Prancis yang merupakan acara tahunan Prancis-Qatar, juga dikabarkan akan ditunda tanpa batas waktu.

(wk/luth)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait