RI Sebut Presiden Prancis Emmanuel Macron Tak Hormati 2 Miliar Umat Muslim di Dunia
Getty Images
Dunia

Kemlu RI menegaskan bahwa kebebasan berekspresi sebagaimana yang dikatakan oleh Presiden Macron seharusnya tak menodai kehormatan, kesucian, dan simbol agama.

WowKeren - Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri mengecam pernyataan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, yang dinilai telah menyinggung dan tak menghormati 2 miliar umat Islam di seluruh dunia.

"Indonesia mengecam pernyataan Presiden Prancis yang tidak menghormati Islam dan komunitas Muslim di seluruh dunia. Pernyataan itu menyinggung lebih dari 2 miliar Muslim di seluruh dunia dan memicu perpecahan berbagai agama di dunia," demikian pernyataan Kemlu, sebagaimana dilansir dari CNN.

Kemlu juga menegaskan bahwa kebebasan berekspresi sebagaimana yang dikatakan oleh Macron seharusnya tak menodai kehormatan, kesucian, dan simbol agama.

"Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar dan demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia mendesak masyarakat global untuk mengedepankan persatuan dan toleransi beragama, terutama di tengah pandemi yang sedang berlangsung," tulis Kemlu melalui situs resminya.

Menteri Agama RI, Fachrul Razi, juga mengkritik keras pernyataan Macron. Ia menilai perkataan Presiden Prancis itu telah melukai perasaan umat karena menghina simbol agama Islam.

Menurutnya, kebebasan berpendapat tidak boleh melampaui batas sehingga mencederai kehormatan, kesucian, dan kesakralan nilai dan simbol agama apa pun. "Menghina simbol agama adalah tindakan kriminal.Pelakunya harus bertanggung jawab atas perbuatannya dan ditindak sesuai ketentuan hukum," kata Fachrul dalam keterangan resminya.


Kendati demikian, Fachrul mengimbau umat Islam di Indonesia tidak terpancing melakukan tindakan anarkis dalam merespon pernyataan Macron.

Di sisi lain, Prancis memang menjadi sorotan dunia karena Presiden Emmanuel Macron menyebut Islam tengah mengalami krisis. Dia juga menuding Islam bertekad mengubah nilai-nilai liberalisme dan sekularisme di Prancis.

Kisruh ini bermula setelah majalah satire Prancis, Charlie Hebdo, mengumumkan menerbitkan ulang kartun Nabi Muhammad pada September lalu. Penerbitan ulang dilakukan untuk menandai dimulainya persidangan penyerangan kantor mereka terkait karikatur itu pada 7 Januari 2015 silam.

Ketika itu, 12 orang termasuk beberapa kartunis terkemuka, tewas dalam serangan yang dilakukan dua bersaudara, Said dan Cherif Kouachi, di kantor Charlie Hebdo, Paris.

Sejumlah politikus Prancis, terutama partai sayap kanan Front Nasional pimpinan Marine Le Pen, mendukung penerbitan karikatur itu serta menghubungkan aksi teror dengan ajaran Islam dan menyuarakan ujaran anti-Islam. Sementara, Presiden Macron menyatakan tidak bisa mencampuri keputusan redaksional majalah dengan dalih kebebasan berekspresi.

Selain itu, ada insiden pemenggalan guru sejarah, Samuel Paty, oleh Abdoullakh Abouyezidovitch, seorang remaja berusia 18 tahun yang merupakan pendatang dari Chechnya. Guru sekolah menengah itu disebut sempat menggelar diskusi soal kartun Nabi Muhammad dengan para muridnya. Pelaku kemudian ditembak mati polisi.

Setelah insiden itu Macron berpendapat tentang, "Dibunuh karena para umat muslim menginginkan masa depan kita". Sejak itu Macron mendapat kritik dari berbagai pihak.

(wk/luth)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait