Mendagri Prancis Soal Serangan Gereja Notre-Dame: Kami Sedang Perang Lawan Ideologi Islam
Dunia

Pada Kamis (29/10), Prancis kembali didera serangan teror yang terjadi di sekitar Gereja Notre Dame Basilica, Nice. Seorang laki-laki membunuh tiga orang di dalam gereja tersebut.

WowKeren - Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin, mengatakan serangan pembunuhan di gereja di Nice menunjukkan bahwa Prancis sedang berperang melawan ideologi Islam.

"Prancis sedang berperang. Kami berperang dengan musuh di luar dan di dalam. Kami berperang memperebutkan ideologi Islam," tulis Gerald di akun Twitternya. Unggahan tertulis tersebut ditulis Darmanin dan menjadi bagian pernyataannya dalam wawancara dengan radio lokal, RTL.

Lebih lanjut Gerald Darmanin mengatakan bahwa Prancis perlu memahami bahwa telah ada dan akan ada peristiwa lain seperti serangan mengerikan ini. "Kami harus memahami akan ada dan selalu ada insiden lain seperti serangan buruk ini," lanjutnya.

Sebagaimana yang diberitakan sebelumnya, pada Kamis (29/10), Prancis kembali didera serangan teror yang terjadi di sekitar Gereja Notre Dame Basilica, Nice. Seorang laki-laki asal Tunisia memenggal kepala seorang perempuan dan membunuh dua orang lainnya di gereja tersebut. Polisi berhasil menembak pelaku dan membawanya pergi.

Sebelumnya pejabat Prancis mengungkapkan pria Tunisia itu baru saja tiba di Eropa. Dia memiliki dokumen Palang Merah Italia yang dikeluarkan setelah tiba dengan kapal imigran ke Pulau Lampedusa Italia bulan lalu.

Pria berusia 21 tahun ini ditembak oleh polisi dan saat ini dalam kondisi kritis. Sebelum dapat dilumpuhkan, terdengar berulang kali meneriakkan "Allahu Akbar".


Kepala jaksa anti-teroris Prancis, Jean-François Ricard, menyatakan sebuah Alquran, dua telepon dan pisau berukuran 30 sentimeter ditemukan pada penyerang. "Kami juga menemukan tas yang ditinggalkan penyerang. Di samping tas ini ada dua pisau yang tidak digunakan dalam penyerangan," ujarnya.

Di sisi lain, Prancis memang tengah menjadi sorotan masyarakat Muslim dunia karena Presiden Emmanuel Macron menyebut Islam tengah mengalami krisis. Dia juga menuding Islam bertekad mengubah nilai-nilai liberalisme dan sekularisme di Prancis.

Kisruh ini bermula setelah majalah satire Prancis, Charlie Hebdo, mengumumkan menerbitkan ulang kartun Nabi Muhammad pada September lalu. Penerbitan ulang dilakukan untuk menandai dimulainya persidangan penyerangan kantor mereka terkait karikatur itu pada 7 Januari 2015 silam.

Ketika itu, 12 orang termasuk beberapa kartunis terkemuka, tewas dalam serangan yang dilakukan dua bersaudara, Said dan Cherif Kouachi, di kantor Charlie Hebdo, Paris.

Sejumlah politikus Prancis, terutama partai sayap kanan Front Nasional pimpinan Marine Le Pen, mendukung penerbitan karikatur itu serta menghubungkan aksi teror dengan ajaran Islam dan menyuarakan ujaran anti-Islam. Sementara, Presiden Macron menyatakan tidak bisa mencampuri keputusan redaksional majalah dengan dalih kebebasan berekspresi.

Selain itu, ada insiden pemenggalan guru sejarah, Samuel Paty, oleh Abdoullakh Abouyezidovitch, seorang remaja berusia 18 tahun yang merupakan pendatang dari Chechnya. Guru sekolah menengah itu disebut sempat menggelar diskusi soal kartun Nabi Muhammad dengan para muridnya. Pelaku kemudian ditembak mati polisi.

Setelah insiden itu Macron berpendapat tentang, "Dibunuh karena para umat muslim menginginkan masa depan kita". Sejak itu Macron mendapat kritik dari berbagai pihak.

(wk/luth)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait