2 Hari Indonesia Cetak Rekor Kasus Meninggal COVID-19 Tertinggi, Epidemiolog: Kita Kebobolan
Nasional

Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman menilai Indonesia mulai menunjukkan indikator terlambatnya negara dalam menangani pandemi COVID-19, termasuk dari segi angka kematian.

WowKeren - Indonesia menyisipkan asa untuk mengakhiri pandemi COVID-19 lewat vaksinasi yang dimulai Rabu (13/1) kemarin. Namun malah pada hari H vaksinasi, terjadi pecah rekor kasus COVID-19 nasional, baik dari segi jumlah kasus aktif maupun pasien yang meninggal dunia.

Sebagai informasi, kemarin Indonesia mengonfirmasi 11.278 kasus positif COVID-19 baru. Sedangkan jumlah kasus meninggalnya juga mengalami peningkatan menjadi 306 pada Rabu kemarin.

Krisis ini pun mencuri perhatian Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman. Ia menilai angka kematian COVID-19 yang melonjak sampai di atas 300 menunjukkan bahwa Indonesia sudah kebobolan dan dihadapkan dengan situasi yang luar biasa mengkhawatirkan.

"Kalau sudah terjadi, ya situasinya serius. Apalagi dengan tiga digit kematian itu. Hampir konstan lho," tutur Dicky, Kamis (14/1).

Perihal angka kematian yang sangat tinggi ini, jelas Dicky, sebenarnya sudah teramati sejak Desember kemarin. Hal ini menjadi bukti bahwa Indonesia telah masuk late indicator alias indikator keterlambatan dalam menangani pandemi.


"Indikator telat ini adalah contohnya ya ada angka kematian. Angka kematian ini termasuk juga angka hunian rumah sakit, ya masuknya di indikator telat," terang Dicky, dilansir dari Kompas.

"Nah, maksudnya, kalau angka-angka ini sudah muncul berarti kita sudah telat," imbuhnya. "Kebobolan dalam memantau indikator awal pandemi."

Munculnya indikator ini, imbuh Dicky, adalah imbas dari ketidakseriusan baik pemerintah maupun masyarakat dalam menanggapi pandemi COVID-19. Karena itu Dicky sangat berharap publik bisa lebih serius dan tak lagi bermain-main dalam menangani wabah yang ada.

"Ibaratnya kalau saya menolong orang melahirkan misalnya, saya datang itu bayinya sudah kepalanya di ujung," ujarnya memberi analogi. "Tidak bisa saya pergi ke mana dulu, lalu baru menolong ibu itu."

"Indikator telat sudah seperti ini, artinya respon kita sudah tidak bisa sama. Responnya sudah tidak bisa biasa-biasa saja, apalagi menurun," sambungnya. "3T itu tidak bisa menurun apalagi sama, 5M juga."

3T yang dimaksud Dicky adalah testing, tracing, dan treatment yang wajib diselenggarakan pemerintah sebaik mungkin. Sedangkan 5M adalah pekerjaan untuk masyarakat, yakni memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, mengurangi mobilitas interaksi, dan menghindari kerumunan.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait