Ramai 'Jeritan' Revisi UU ITE Demi Keadilan, Ini Pasal-Pasal Karet Yang Bisa Rugikan Rakyat
pexels.com/Pixabay
SerbaSerbi

'Jeritan' rakyat agar pemerintah melakukan revisi (UU ITE) terus disuarakan. Apalagi, Jokowi telah memberi lampu hijau. Bagi yang belum tahu, kenali pasal-pasal karet dalam UU ITE yang dinilai merugikan rakyat.

WowKeren - Kontroversi mengenai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tengah menjadi sorotan luas masyarakat. Hal ini bermula dari pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta masyarakat untuk vokal mengkritik pemerintahannya.

Namun, ajakan ini justru menjadi kontroversi karena banyak pihak merasa tidak aman dan tidak bebas dalam mengkritik pemerintah. Penyebabnya karena adanya UU ITE yang kerap menjadi modal sejumlah pihak untuk saling menjerat satu sama lain ke kepolisian.

Sontak, UU ITE dinilai membuat rakyat tidak bebas dalam menyampaikan pendapatnya di negara Indonesia yang menjunjung tinggi demokrasi. Selain itu, UU ITE juga dinilai meningkatkan ketidakadilan penegakan hukum di Tanah Air.

Protes ini akhirnya ditanggapi oleh Presiden Joko Widodo. Dalam pengarahan kepada Peserta Rapim TNI-Polri, Jokowi memerintahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melakukan revisi UU ITE jika memang dirasa sudah tidak memberi rasa keadilan kepada masyarakat.

"Belakangan ini, saya lihat semakin banyak warga masyarakat yang saling melaporkan," kata Jokowi seperti dilihat dalam Channel YouTube Sekretariat Presiden, Senin (15/2). "Ada proses hukum yang dianggap kurang memenuhi rasa keadilan tetapi memang pelapor itu ada rujukan hukumnya, ini repotnya di sini. Antara lain Undang-Undang ITE, saya paham Undang-Undang ITE ini semangatnya adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, agar sehat, agar beretika, dan agar bisa dimanfaatkan secara produktif."

Jokowi

Berbagai Sumber

"Tetapi implementasinya, pelaksanaannya jangan justru menimbulkan rasa ketidakadilan," sambungnya. "Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta pada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini. Undang-Undang ITE ini karena di sinilah hulunya, hulunya ada di sini, revisi. Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda yang mudah diinterpretasikan secara sepihak."

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani juga mendukung revisi UU ITE. Ia menyoroti dua pasal dalam UU ITE yang kerap dimanfaatkan dalam menjerat hukum seseorang dengan berlebihan. Kedua pasal ini adalah Pasal 27 dan 28 UU ITE.

"Sorotan ini karena ketentuan pidana dalam UU ITE yang dikaitkan dengan Pasal 27 dan 28 UU tersebut memang membuka peluang untuk terjadinya proses penegakan hukum yang tidak proporsional atau berlebihan," jelas Arsul. "Tafsir atas ketentuan pidana yang mengacu pada pasal 27 dan 28 UU ITE selama begitu terbuka, sehingga pasal-pasal pidananya menjadi pasal 'karet' sementara dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun, Polisi bisa menangkap dan kemudian menahan."

Pendapat serupa juga diutarakan oleh ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Menurutnya, UU ITE seharusnya digunakan untuk mengatur bisnis di dunia maya, bukan diterapkan untuk kasus pencemaran nama baik. "Sejak awal dalam berbagai kesempatan saya selalu katakan bahwa pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2 UU ITE seharusnya dicabut," katanya.

Sementara itu, SAFEnet telah merilis pasal-pasal karet dalam UU ITE yang perlu diperbaiki maupun dihapus. Dalam rangkumannya, SAFEnet menyimpulkan setidaknya ada 9 pasal dalam UU ITE yang bermasalah karena dinilai sebagai rumusan karet. Berikut merupakan 9 pasal yang perlu direvisi:

Media Sosial

Berbagai Sumber

1. Pasal 26 Ayat 3 tentang Penghapusan Informasi Tidak Relevan

Pasal ini dinilai bermasalah soal sensor informasi. Berikut bunyinya: "Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan."

2. Pasal 27 Ayat 1 tentang Asusila


Rentan digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender online atau kaum LGBT. Bunyinya: "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan."

3. Pasal 27 ayat 3 tentang Defamasi

Rentan digunakan sebagai alat represi ekspresi legal warga, aktivis, jurnalis/media. Selain itu, pasal ini juga bisa dimanfaatkan sebagai represi warga yang mengkritik pemerintahan, polisi, dan presiden. Bunyinya: "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."

4. Pasal 28 Ayat 2 tentang Ujaran Kebencian

Rentan jadi alat represi minoritas agama, serta warga yang mengkritik presiden, polisi, atau pemerintah. Bunyinya: "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)."

5. Pasal 29 tentang Ancaman Kekerasan

Rentan digunakan untuk menjerat pidana orang yang mau melapor ke polisi. Bunyinya: "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi."

Hukum

Berbagai Sumber

6. Pasal 36 tentang Kerugian

Rentan dicuplik untuk memperberat hukuman pidana defamasi. Bunyinya: "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain."

7. Pasal 40 Ayat 2 (a) tentang Muatan yang Dilarang

Rentan dijadikan alasan untuk mematikan jaringan internet shutdown dengan alasan demi memutus hoaks yang beredar. Bunyinya: "Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

8. Pasal 40 Ayat 2 (b) tentang Pemutusan Akses

Pasal ini dinilai bermasalah karena penegasan peran pemerintah lebih diutamakan dari putusan pengadilan. Bunyinya: "Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum."

9. Pasal 45 Ayat 3 tentang Ancaman Penjara Tindakan Defamasi

Pasal karet terakhir ini dinilai bermasalah karena dibolehkan penahanan saat penyidikan. Bunyinya: "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)."

(wk/lian)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru