Perhatian! Tes PCR COVID-19 Bisa Berbayar Imbas Reagen dari Pemerintah Habis, Kena Harga Berapa?
Twitter/KemenkesRI
Nasional

Peneliti Laboratorium BSL-2 Unpad mengungkap tes PCR untuk sampel COVID-19 yang mereka layani jadi berbayar karena reagen dari pemerintah sudah habis per akhir Februari kemarin.

WowKeren - Selain ketersediaan sumber daya manusia, alat dan bahan terkait deteksi COVID-19 juga patut diperhatikan. Dan kekinian malah disebutkan pasokan reagen tes PCR COVID-19 dari pemerintah sudah hampir habis.

Dengan demikian, laboratorium penguji mau tidak mau harus mengadakan sendiri zat kimia untuk mereaksikan sampel tersebut. Karena itulah, pemeriksaan COVID-19 dengan metode PCR di laboratorium harus berbayar dan mengakibatkan jumlah sampel yang diperiksa ikut merosot drastis.

Salah satu yang melakukannya adalah Laboratorium Bio Safety Level-2 Universitas Padjajaran di Bandung, Jawa Barat. Disebutkan reagen dari pemerintah telah habis per 28 Februari 2021 sehingga Unpad harus membeli sendiri bahan-bahan reagennya.

"Kami beli reagen sendiri atau mandiri jadi pemeriksaan dikenai biaya," ungkap peneliti di fasilitas laboratorium tersebut, Hesti Lina Wiraswati, Senin (8/3). Kendati demikian, Laboratorium BSL-2 Unpad hanya mematok tarif Rp650 ribu untuk satu sampel.


Harga ini, tutur Hesti, bahkan lebih murah ketimbang standar maksimal dari pemerintah di kisaran Rp900 ribu. "Jadi sekarang dengan kondisi reagen tidak ada kita pakai reagen sendiri jadi bisa lebih murah," papar Hesti, dikutip dari Tempo, Selasa (9/3).

Reagen itu sendiri adalah zat pereaksi kimia yang dibutuhkan untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 dari sampel usap tenggorokan atau hidung yang sudah diambil. Selama ini, ujar Hesti, ketika memakai reagen dari pemerintah maka pihak Lab BSL-2 Unpad bisa memeriksa sampai seribu sampel setiap hari.

Sampel ini bersumber dari berbagai macam latar belakang seperti pasien hingga warga yang terjaring contact tracing petugas. Namun dengan reagen yang tak lagi gratis sehingga tes jadi berbayar, angka pemeriksaan ini pun merosot. "Sekarang pemeriksaan mandiri hanya sekitar 10-20 orang saja sudah bagus," kata Hesti.

Merosotnya jumlah sampel yang diperiksa ini bisa berdampak panjang, sebab laboratorium juga harus menanggung biaya SDM petugas. Dan kondisi ini, ujar Hesti, kemungkinan besar juga terjadi di laboratorium pemeriksaan sampel COVID-19 lain.

Perihal penyebab kekosongan reagen ini, dijelaskan Hesti ternyata karena ada peralihan tanggung jawab dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ke Kementerian Kesehatan. Ia pun berharap supaya masalah kekosongan reagen ini bisa segera diatasi.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru