2 WNI Tipu 30 Ribu Warga AS Dengan Situs Palsu Demi Raup Dana Bantuan COVID-19
Unsplash/niu niu
Nasional

Adapun kasus penipuan yang melibatkan 2 WNI ini dapat terungkap dengan adanya kerjasama antara Polda Jawa Timur, Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri, dan FBI.

WowKeren - Dua orang warga negara Indonesia (WNI) ditangkap karena diduga membuat situs palsu yang menyerupai lama resmi pemerintah Amerika Serikat (AS). Dengan situs palsu tersebut, kedua WNI itu diperkirakan telah menimbulkan kerugian hingga USD 60 juta atau setara Ro 873 miliar.

Tersangka yang berinisial SFR dan MCL ditangkap di Surabaya oleh Polda Jawa Timur yang berkoordinasi dengan FBI. Menurut Kapolda Jatim Inspektur Jenderal Nico Afinta, alamat situs palsu tersebut disebarkan secara acak menggunakan layanan SMS blast ke 20 juta warga AS.

"Yang membuat scam page MCL," ungkap Nico di Surabaya pada Kamis (15/4). "Kemudian disebarkan oleh SFR menggunakan aplikasi semacam SMS blast menyebar ke 20 juta nomor telepon warga negara AS."

Diperkirakan ada sekitar 30 ribu warga AS yang tertipu oleh trik SFR dan MCL tersebut. Mereka membuka tautan dalam SMS yang dikirimkan oleh tersangka dan mengisi sejumlah data di situs palsu tersebut.


"Warga yang tertipu akan mengisi sejumlah data yang ada dalam website," papar Nico. "Data itu, selanjutnya disalahgunakan oleh tersangka untuk mencairkan dana bantuan COVID-19 untuk warga negara Amerika."

Diketahui, pemerintah AS menyediakan Pandemic Unemployment Assistance (PUA) sebesar USD 2 ribu atau setara Rp 29,2 juta untuk setiap warga yang terdampak pandemi COVID-19. "Sebanyak 30 ribu warga AS tertipu, total kerugian pemerintah AS mencapai USD 60 juta," jelas Nico.

Adapun kedua WNI ini bekerja atas perintah warga India berinisial S yang hingga kini masih menjadi buronan. Tersangka SFR dan MCL menerima imbalan berupa mata uang crypto bitcoin dari S.

Lebih lanjut, Nico mengungkapkan bahwa para tersangka menggunakan uang hasil pencurian data tersebut untuk membeli berbagai peralatan yang lebih canggih. Para tersangka dijerat pasal berlapis dari Pasal 35 Jo Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp 12 milliar.

Lalu mereka juga dijerat dengan Pasal 32 ayat (2) Jo Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp 3 miliar. Adapun kasus ini dapat terungkap dengan adanya kerjasama antara Polda Jatim, Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri, dan FBI.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru