Gugatan Agus Rahardjo dkk Ditolak MK, UU KPK Hasil Revisi Tetap Sah
kpk.go.id
Nasional

Dalam gugatannya, Agus Rahardjo dkk meminta Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan UU KPK hasil revisi (UU 19/2019) karena proses revisinya dinilai tak sesuai prosedur.

WowKeren - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji formil alias judicial reviews terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 entang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan demikian, UU KPK hasil revisi akan tetap berlaku. "Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman pada Selasa (4/5) hari ini.

Sebagai informasi, proses sidang gugatan UU KPK ini telah berlangsung sejak akhir tahun 2019 lalu. Ada tujuh perkara gugatan UU KPK yang diputus oleh MK.

Salah satunya adalah gugatan yang diajukan oleh sejumlah pegiat anti-korupsi, termasuk tiga pimpinan KPK periode 2015-2019, yakni Agus Rahardjo, Laode Syarif, serta Saut Situmorang. Dalam gugatannya, Agus Rahardjo dkk meminta MK untuk membatalkan UU KPK hasil revisi (UU 19/2019) karena proses revisinya dinilai tak sesuai prosedur.

Namun dalam putusannya, MK menolak gugatan formil tersebut dan UU KPK hasil revisi tetap sah. Proses revisi UU KPK dinilai MK telah sesuai dengan prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan.


Selain itu, MK juga menilai revisi UU KPK konstitusional. Pasalnya, revisi UU KPK sudah terdaftar dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2015-2019 dan beberapa kalo masuk dalam daftar prolegnas prioritas.

MK juga berpendapat bahwa UU KPK sudah memenuhi asas kejelasan tujuan. "Dengan dicantumkannya maksud dan tujuan penyusunan UU di Penjelasan Umum, maka telah memenuhi asas kejelasan tujuan," jelas Hakim.

Adapun salah satu dalil pemohon adalah UU KPK hasil revisi cacat prosedural terutama pada bagian Perencanaan, Penyusunan, dan Pembahasan yang dilandasi oleh lima bangunan argumentasi. Pemohon berdalil KPK tidak diundang dalam pembahasan revisi UU KPK. Pembahasan itu disebut hanya mengikutsertakan dua perwakilan pemerintah, yaitu Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Namun demikian, dalil pemohon tersebut justru dinilai tak beralasan menurut hukum. Menurut MK, pihak KPK lah yang menolak untuk dilibatkan meski telah diundang.

"KPK yang menolak untuk dilibatkan dalam proses pembahasan rencana revisi UU KPK. Hal demikian bukan berarti pembentuk UU (DPR dan Presiden) yang tidak melibatkan KPK," papar Hakim. "MK berpendapat permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum seluruhnya."

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait