Jangan Cemas, Belanja Sembako di Pasar Tradisional Tak Akan Kena PPN
Pxhere
Nasional

Ditjen Pajak Kemenkeu memastikan sembako untuk kebutuhan masyarakat luas tidak akan dikenakan PPN berdasarkan RUU KUP yang tengah dirancang. Begini penjelasan Ditjen Pajak.

WowKeren - Pemerintah berencana menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap beberapa barang dan jasa yang cukup mengejutkan. Termasuk di antaranya sembako, biaya sekolah, sampai berobat ke dokter.

Bersama dengan jasa pendidikan, jasa pelayanan kesehatan medis pun ikut dikenai pajak berdasarkan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP) tersebut. Yang termasuk di antaranya adalah pengobatan di dokter, ahli kesehatan, sampai paranormal pun ikut dikenai peraturan tersebut.

Meski demikian, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan, Neilmadrin Noor, memastikan bahwa sembako murah tidak masuk dalam objek kena pajak. Dalam hal ini, sembako murah yang dimaksud adalah yang dijual di pasar tradisional.

"Misalnya barang-barang kebutuhan pokok di pasar tradisional tentunya tidak dikenakan PPN," terang Neilmadrin dalam konferensi pers, Senin (14/6). "Akan berbeda ketika sembako ini sifatnya premium."

Neilmadrin memastikan rencana perluasan objek kena pajak ini tidak akan mengurangi kesejahteraan ekonomi masyarakat kelas menengah-bawah. Meski Ditjen Pajak juga tak menampik wacana PPN sembako dan rekan-rekannya ini harus diambil sebagai respons pelemahan ekonomi akibat pandemi.


"Di tengah situasi pelemahan ekonomi akibat pandemi, pemerintah memandang perlu menyiapkan kerangka kebijakan perpajakan," papar Ditjen Pajak dalam surat elektronik bertajuk "Informasi tentang PPN Sembako dan Jasa Pendidikan". "Di antaranya usulan perubahan pengaturan PPN."

Lantas sembako seperti apa yang akan kena PPN? Neilmadrin dalam keterangannya menambahkan, misalnya daging segar yang dijual di pasar tidak dikenakan PPN, namun hal berbeda terjadi pada daging premium seperti wagyu yang berharga jutaan rupiah.

Neilmadrin memastikan perluasan objek PPN ini didasarkan pada pertimbangan kemampuan membayar atas barang/jasa yang dikonsumsi. Dengan kata lain diperlukan pembeda, mana kebutuhan pokok yang dibutuhkan masyarakat umum dan kebutuhan pokok yang sifatnya premium dan untuk kelompok masyarakat tertentu.

"Karena penghasilan yang mengonsumsinya berbeda-beda. Jadi untuk keadilan," tutur Neilmadrin.

Meski demikian, belum ada kepastian berapa besaran PPN yang diterapkan karena masih akan dibahas dengan DPR RI. "Jadi harap tenang, bahwa barang/jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat luas tidak dikenakan PPN," pungkasnya.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait