Kepala BRIN Pastikan Gaji Peneliti LBM Eijkman Bisa Sampai Rp25 Juta Pasca Dilebur
Wikimedia Commons/Yakuzakorat
Nasional

Laksono Tri Handoko memastikan gaji peneliti LBM Eijkman pasca peleburan dengan BRIN bisa meningkat sampai Rp25 juta karena sudah berstatus ASN. Namun peleburan ini masih menuai pro-kontra.

WowKeren - Integrasi Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) belakangan menjadi sorotan panas. Pasalnya integrasi dikhawatirkan bisa merusak ritme kerja hingga menghambat penelitian mengenai Vaksin Merah Putih, sebagaimana disampaikan mantan Kepala LBM Eijkman, Amin Soebandrio.

Amin juga membantah klaim Kepala BRIN Laksana Tri Handoko yang menyebut bahwa LBM Eijkman kerap melakukan rekrutmen peneliti kontrak alias honorer secara suka-suka. Amin menjelaskan bahwa pembaruan kontrak memang dilakukan setiap tahun tanpa ada kepastian untuk diangkat menjadi pegawai tetap karena keterbatasan formasi.

"(Tapi) mereka melakukan pekerjaan itu bukan sekadar mencari uang, tapi mereka punya passion. Mereka menikmati sekali bekerja di Eijkman, mendapatkan pengalaman," jelas Amin kepada detikcom, dikutip pada Rabu (5/1).

Pengalaman itu yang membuat para peneliti kontrak bertahan dengan gaji tak seberapa, bahkan menurut Amin pernah di bawah Rp4 juta. "Saya betul-betul hampir menangis karena take home pay peneliti kontrak di Eijkman itu lebih rendah dari gaji sopir saya," kata Amin.

Amin pun berusaha untuk menaikkan besaran honor mereka selama menjabat. "Sekarang gaji mereka sekitar Rp6-7 juta. Untuk tenaga yang begitu bagus, terampil, cerdas, berdedikasi tinggi, berintegritas, itu terlalu rendah sebetulnya," ujar Amin.


Ia lantas membandingkan dengan gaji peneliti swasta yang bisa mencapai Rp10 juta dengan kecakapan serupa. Perihal upah para peneliti ini pula yang disoroti Kepala BRIN Laksana Tri Handoko.

Menurutnya selama ini peneliti kontrak di Eijkman memiliki pola kerja seperti tenaga administrasi, yang tentu saja tidak bisa mendapat hak finansial dengan maksimal. Padahal Eijkman mendapat suntikan dana Rp30-50 miliar setiap tahun.

"Setiap tahunnya, dia (Eijkman) dapat APBN yang besar antara Rp30-Rp50 miliar setiap tahunnya, kalau DIPA yang saya catat itu, sehingga para periset itu, yang PNS makanya itu tidak ngapa-ngapain, mereka itu diperlukan kayak tenaga administrasi," tutur Laksono, Selasa (4/1).

Namun dana itu tak terserap maksimal karena ASN di Eijkman mengaku tidak bisa menggelar penelitian. "Ya nggak bisa, wong dia bukan lembaga. Jadi dia seperti tenaga administrasi yang dipinjamkan oleh Kemristek ke Eijkman, statusnya seperti itu. Jadi kan kasihan sekali," ujar Laksono.

Karena itulah, peleburan dimaksudkan untuk memulihkan peluang mereka untuk menggelar penelitian dengan lebih bebas. Bukan hanya itu, dengan menjadi ASN, gaji yang diperoleh pun bisa meningkat tajam.

"PNS Eijkman itu menjadi peneliti dan itu cukup signifikan, kalau hanya tenaga administrasi, kalau golongan 3 sampai 3D itu mungkin hanya Rp7 juta dapatnya, padahal kalau dia peneliti penuh bisa Rp25 juta. Jadi sangat signifikan, sangat beda sekali," terangnya.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru