BEM UI Ancam Bakal Gelar Demo Lebih Besar Dari Tahun 2019 Bila Tuntutan Soal RKUHP Tak Dipenuhi
Nasional

Dalam penyusunan RKUHP, pemerintah dan DPR dinilai tidak transparan kepada publik. Hal ini lantas memicu munculnya ancaman demo lebih besar yang disampaikan BEM UI.

WowKeren - Publik hingga saat ini masih terus menyoroti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Pasalnya, hingga kini, disebut draf terbaru RKUHP belum juga disampaikan ke publik.

Atas hal itu, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) pun akan kembali menggelar aksi demonstrasi di Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat pada Selasa (21/6) hari ini. Melki Sedek Huang selaku Koordinator Sosial Politik BEM UI pun mengatakan bahwa unjuk rasa itu dilakukan untuk memprotes RKUHP yang dinilai tidak transparan serta sejumlah pasal bermasalah di dalamnya.

Dalam tuntutan pada aksi hari ini, Melki mengatakan bahwa BEM UI mendesak agar Presiden dan DPR RI membuka draf terbaru RKUHP dalam waktu dekat, serta melakukan pembahasan RKUHP secara transparan dengan menjunjung tinggi partisipan publik.

Selain itu, kata Melki, BEM UI juga menuntut Presiden dan DPR untuk membahas kembali pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP, terutama pasal-pasal yang berpotensi membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara, meski tidak termasuk ke dalam isu krusial. Lalu ia pun mengancam apabila tuntutannya tak dipenuhi, akan menggelar demo lebih besar dari tahun 2019 lalu.

"Apabila Presiden dan DPR RI tidak kunjung membuka draf terbaru RKUHP dan menyatakan akan membahas pasal-pasal bermasalah di luar isu krusial dalam kurun waktu 7x24 jam, kami siap bertumpah ruah ke jalan dan menimbulkan gelombang penolakan yang lebih besar dibandingkan tahun 2019," tegas Melki dalam keterangannya, Selasa (21/6).


Sebagaimana diketahui, pada September tahun 2019 lalu, barisan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi turun ke jalan untuk memprotes hal serupa. Aksi demo tersebut sempat berujung ricuh. Meski demikian, berhasil membuat Presiden Joko Widodo menunda pengesahan RKUHP menjadi Undang-Undang.

Tidak hanya itu, pada saat itu, Jokowi juga memerintahkan Menteri hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly untuk menjaring masukan dari berbagai kalangan masyarakat sebagai bahan untuk menyempurnakan RKUHP. DPR pun turut menyepakati penundaan pengesahan RKUHP tersebut.

Namun belakangan ini, pembahasan RKUHP kembali dilakukan melalui rapat Komisi III DPR dengan pemerintah pada 25 Mei 2022. Akan tetapi, BEM UI mempertanyakan draf RKUHP yang hingga saat ini belum dibuka ke publik.

"Padahal, terdapat banyak poin permasalahan dari draf RKUHP versi September 2019 yang perlu ditinjau dan dibahas bersama secara substansial," jelas Melki.

Melki mengungkapkan bahw BEM UI menyoroti transparansi pemerintah dan DPR dalam pembahasan RKUHP kali ini. Terlebih pada rapat 25 Mei itu, hanya membahas 14 isu krusial dalam RKUHP tanpa membuka keseluruhan draf.

Padahal, bila merujuk draf terakhir pada September 2019, terdapat 24 isu krusial yang menjadi catatan kritis RKUHP yang dianggap bermasalah. Artinya, ada 10 isu yang luput dari pembahasan, salah satunya Pasal 273 RKUHP, di mana memuat ancaman pidana penjara atau denda bagi penyelenggara pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaram atau huru hara.

(wk/tiar)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait