Abraham Samad Sebut Poin Revisi UU Ini Buat KPK 'Mati Suri'
Nasional

Mantan Ketua KPK Abraham Samad menyatakan bahwa beberapa poin tentang revisi UU KPK dapat semakin melemahkan wewenangnya dalam menindaki korupsi di negara ini.

WowKeren - Adanya rencana revisi Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau UU KPK yang telah disetujui oleh DPR menuai kontroversi. Hal ini karena revisi tersebut terkesan mendadak dan dilakukan di ujung masa jabatan DPR periode 2014-2019. Apalagi, beberapa poin revisi seakan ditujukan untuk melemahkan lembaga antirasuah tersebut.

Mantan Ketua KPK Abraham Samad pun turut menyoroti beberapa poin revisi UU KPK. Ia mengatakan bahwa setidaknya ada enam poin penting dari rencana revisi UU KPK tersebut. Menurutnya beberapa poin tersebut akan membuat KPK "mati suri".

Ia menjelaskan bahwa poin krusial yang pertama yakni KPK yang hendak dimasukkan sebagai lembaga penegak hukum pada cabang kekuasaan eksekutif di bawah presiden. Sedangakan KPK sendiri merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang seharusnya tunduk pada peraturan perundang-undangan.

Kedua, ada organ bernama Dewan Pengawas KPK yang bertugas mengawasi KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Dewan Pengawas KPK ini direncanakan berjumlah lima orang dan dibantu oleh organ pelaksana pengawas. Ketiga, revisi ini juga menghendaki penyadapan yang harus melalui izin Dewan Pengawas KPK tersebut.

Keempat, setiap instansi, kementerian, serta lembaga wajib menyelenggarakan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebelum maupun setelah akhir masa jabatan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja KPK.

Kelima, KPK harus bersinergi dengan penegak hukum lain sesuai hukum acara pidana. Keenam, revisi membolehkan KPK menghentikan penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi jika penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama satu tahun.

Menurutnya poin pertama, kedua, ketiga, dan keenam akan membuat KPK "mati suri". Hal ini karena menurutnya ketika KPK berada di bawah eksekutif, maka KPK akan bekerja mengikuti program-program eksekutif sebagaimana kementerian.


Pada situasi ini, KPK akan mengalami konflik kepentingan dengan agenda pemerintah yang rentan praktik korupsi. KPK juga akan berbenturan dengan kejaksaan yang memang desain konstitusinya berada di bawah presiden.

Abraham Samad juga mengatakan bahwa revisi UU KPK hendak melumpuhkan sistem kolektif kolegian pimpinan KOK dalam pengambilan keputusan. Hal ini karena revisi tersebut mengharuskan KPK memperpanjang alur penyadapan dengan melibatkan izin Dewan Pengawas KPK. Padahal alur penyidikan KPK sendiri sebelumnya sudah harus melewati banyak meja, yakni kasatgas, direktur penyidikan, deputi penindakan, dan pimpinan KPK.

"Tampaknya, perumus naskah revisi Undang-Undang KPK tidak mengetahui SOP penyidikan, termasuk penyadapan di KPK," ungkap Samad yang dilansir oleh Antara pada Jumat (6/9). "Jadi sistem kolektif kolegian kelima pimpinan KPK adalah bagian dari sistem pengawasan itu. Sangat tidak perlu melibatkan badan lain yang akan memperpanjang alur penyadapan dengan resiko bisa bocor sebelum dijalankan."

Pria kelahiran 1966 ini juga menganggap bahwa tidak ada urgensi dalam pembentukan Dewan Pengawas KPK karena saat ini KPK sendiri sudah memiliki dewan penasihat. Menurutnya, KPK juga sudah memiliki sistem deteksi dan prosedur penindakan internal jika ada pemimpin atau pegawai yang menyalahi tugas dan wewenangnya.

Selain itu, revisi yang hendak memberikan wewenang kepada KPK untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi sama dengan wewenang yang dimiliki kejaksaan dan kepolisian. Wewenang tersebut selama ini sering disorot masyarakat sipil.

Dari pertimbangan tersebut, pendiri Anti Coruption Committee (ACC) ini mengatakan bahwa tidak ada kepentingan hukum yang mendesak untuk merevisi UU KPK selain kepentingan politik. Ia pun menganggap bahwa masih banyak rancangan undang-undang atau RUU yang lebih penting dibahas dari pada RUU KPK ini.

"DPR perlu diingatkan bahwa ada banyak tunggakan rancangan undang-undang lain yang lebih penting untuk dibahas," ungkapnya. "Ketimbang mengutak-atik Undang-Undang KPK an akan berhadapan dengan masyarakat."

(wk/wahy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait