Banyak Dikecam, RKUHP Ternyata Bisa Buat Korban Pemerkosaan Jadi Tersangka
Nasional

Rencana pembahasan RKUHP memang telah digulirkan sejak lama namun baru bisa dieksekusi di era pemerintahan Jokowi ini. Hanya saja ada beberapa pasal kontroversial dalam RKUHP yang menuai kecaman banyak pihak.

WowKeren - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) rencananya akan disahkan pada 24 September 2019 mendatang. Beberapa pasal kontroversial disertakan dalam RKUHP ini, seperti soal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden.

Tak hanya itu, RKUHP rupanya berpotensi menyebabkan ketidakadilan bagi para korban pemerkosaan. Pasalnya, bila disahkan, maka korban pemerkosaan tidak diperkenankan mengaborsi kandungannya dengan alasan apapun kecuali ingin dipidanakan.

Seperti nasib seorang korban pemerkosaan berusia 16 tahun asal Padang, Sumatera Barat berikut. Polres Padang Pariaman menuturkan sang korban telah diperkosa berulang kali oleh tujuh laki-laki sejak Februari hingga April 2019 lalu.

Saat ini korban, yang mengalami trauma berat itu, tengah mengandung lima bulan. "Dia tidak sekolah lagi, sudah berhenti. Dia mengundurkan diri karena hamilnya sudah kelihatan," ujar Kasat Reskrim Polres Padang Pariaman, AKP Lija Nesmon.

Kondisi memprihatinkan ini pun membuat peneliti Institute of Criminal Justice (ICJR) Indonesia, Maidinia Rahmawati, angkat bicara. Menurutnya, Undang-Undang Kesehatan yang berlaku di Indonesia memang tak mengizinkan ibu hamil dengan usia kandungan di atas enam minggu untuk menggugurkan janinnya.


Namun kondisi ini akan semakin parah apabila RKUHP disahkan. "Kondisi yang ada saat ini justru diperparah dengan kehadiran pasal pidana aborsi di dalam RKUHP," ujar Maidinia, dilansir BBC Indonesia, Selasa (17/9).

Untuk diketahui, dalam versi RKUHP terakhir yang bisa diakses publik dicantumkan adanya sanksi bagi orang yang menggugurkan kandungannya. Sayangnya tak ada pengecualian seperti kondisi darurat medis dan korban pemerkosaan. RKUHP hanya memuat pengecualian bagi para dokter yang melakukan pengguguran kandungan.

Selain itu, beberapa pasal kontroversial yang berpotensi menjerat kelompok adat, pasangan sesama jenis, hingga kelompok agama minoritas turut menjadi sorotan Maidinia. Pasal penghinaan presiden yang berpotensi membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi pun menjadi alasan Maidinia untuk kontra terhadap RKUHP.

Di sisi lain, pembahasan dan pengesahan RKUHP juga menjadi sorotan publik. Sebab, secara mendadak pada Senin (16/9) kemarin, RKUHP dinyatakan telah difinalisasi. Finalisasi ini digelar tertutup oleh para anggota Panitia Kerja (Panja) di hotel daerah Senayan akhir pekan lalu.

"Ini kan rapat perumusan. Kalau rapat yang harus terbuka itu kan kalau rapat pembahasan, debat. Kalau merumuskan kan sudah selesai. Ini kan cuma merumuskan," jelas Arsul Sani, salah satu anggota Panja. "Yang kedua, ini akhir pekan, tidak bisa di sini rapatnya. Gitu lho."

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru