Ambang Batas Bea Masuk Impor Berubah, Sri Mulyani Langsung Diberi Petisi
Nasional

Lewat kebijakan baru ini, barang impor dengan harga mulai USD 3 atau setara Rp42 ribu tidak lagi terbebas dari bea masuk. Padahal sebelumnya ambang batas ini pada nominal USD 75.

WowKeren - Tingginya laju impor di Indonesia memang menjadi perhatian tersendiri pemerintah. Demi menekannya, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pun mengambil kebijakan tegas dengan menurunkan ambang batas pembebasan bea masuk untuk barang impor.

Sebagai informasi, sebelumnya Ditjen Bea dan Cukai membebaskan barang impor dengan harga di bawah USD 75. Namun kini ambang batas itu diturunkan sampai USD 3 atau Rp42 ribu. Artinya barang impor dengan harga mulai Rp42 ribu sudah dikenai pajak dan bea masuk.

"Ini menjawab tuntutan masyarakat usaha dan masyarakat umum," kata Dirjen Bea dan Cukai, Heru Pambudi, Senin (23/12). Penurunan ambang batas ini diharapkan bisa melindungi dan memberikan keadilan kepada pelaku usaha, terutama UKM dalam negeri.

Bila jadi ditetapkan, maka produk impor mulai harga Rp42 ribu akan dikenai bea masuk sebesar 7,5 persen. Selain itu akan dikenai pajak penghasilan (PPN) sebesar 10 persen, dan pajak penghasilan (PPh) sebesar 10 persen bagi yang memiliki NPWP atau 20 persen bagi yang belum.


Ketentuan baru ini pun langsung menjadi pro dan kontra. Sejumlah pelaku usaha, khususnya importir kecil, supplier dan dropshipper online shop, serta pengrajin yang memerlukan bahan baku dari luar negeri langsung melayangkan petisi daring. Adalah Heru dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menjadi target petisi.

"Banyaknya penjual online shop, dropshipping, terutama dari kalangan masyarakat, yang mereka jual 80 pesen barang impor," kata Irwan Ghuntoro selaku penggagas petisi, dilansir dari Kompas, Rabu (25/12). "Jika impor dipersulit lagi, maka berapa besar distributor mereka yang tutup dan menganggur."

Hal senada juga diungkapkan Ketua Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Ilham Masita. Menurut Zaldy, memang pelaku e-commerce yang terdampak hanya kurang dari satu persen, namun ada efek sampingan yang bisa terjadi bila kebijakan ini diterapkan.

Termasuk di antaranya adalah potensi merosotnya pendapatan PT Pos Indonesia (Persero). "Karena hampir sebagian besar pengiriman impor e-commerce melalui PT Pos Indonesia (Persero)," kata Zaldy.

Zaldy pun menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada merancang kebijakan yang bisa meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Alih-alih mempersulit impor barang yang justru berpotensi membuat sejumlah pihak gulung tikar.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru