Kisah Pilu Warga Kampung Tempe Malang, Perekonomian Terpuruk Imbas Pandemi Corona
Nasional

Kampung Tempe Sanan merupakan salah satu tempat yang wajib dikunjungi saat berada di kota Malang dan ingin membeli buah tangan. Lantas, bagaimana nasib penjualan yang bergantung pada wisatawan tersebut?

WowKeren - Pandemi Corona berimbas pada berbagai sektor kehidupan, salah satunya perekonomian masyarakat. Kisah pilu morat-maritnya perekonomian warga terdengar dari Kampung Tempe Sanan, Purwantoro, Blimbing, Kota Malang. Kehidupan 90 persen dari 2 ribu Kepala Keluarga di Kampung Tempe Sanan memang bergantung pada makanan yang terbuat dari kedelai tersebut.

Ramadan kali ini pun harus dilewati warga Kampung Tempe Sanan dengan berhemat. Seperti cerita Karyati (52) yang sudah tidak bekerja selama sebulan lebih sebagai penggoreng keripik tempe. "Rata-rata (makan) tempe dan tahu. Pengiritan, seadanya," ujar Karyati dilansir dari Kumparan.

Karyati bekerja di salah satu pengusaha keripik tempe di kampungnya dengan gaji mencapai Rp350 ribu per minggu. Karena minimnya penjualan selama pandemi, keripik tempe tempat Karyati bekerja tak lagi diproduksi dalam kurun waktu yang tak dapat dipastikan. "Sekarang, karena tidak bekerja, ya tidak dapat upah," ungkap Karyati.

Keluarga Karyati kini hanya bergantung pada sang suami, M. Jalal, yang berjualan tempe di Pasar Kebalen, Malang. Meski kondisi sulit, Karyati mengaku tak mau berutang. "Sehari dapatnya Rp 50 ribu, itu omzet semua jadi bukan laba-nya, ya dari pendapatan itulah kita makan," jelas Karyati.


Cerita serupa dikisahkan M. Yusuf (31) yang sehari-hari bekerja sebagai buruh potong tempe. Berbeda dengan Karyati, Yusuf memilih berutang karena cicilan motornya harus dibayarkan. "Dampaknya, cicilan sepeda motor saya menunggak dua bulan, orang bank sudah ke sini," cerita Yusuf.

Perekonomian Sulatul Karimah (46), janda dengan tujuh anak yang sehari-hari memproduksi tempe untuk di jual ke salah satu toko paling laris di Kampung Tempe Sanan, pun harus terseok-seok. Apabila sebelumnya menyetor 300 potong tempe per hari, Sulatul kini hanya menyetor satu atau dua kali dalam seminggu.

"Dan tidak 300 bungkus, tapi 150 bungkus sekali setor, dan setornya jarang-jarang, bisa dibayangkan sendiri menurunnya," kata Sulatul. Sedangkan Sulatul harus terus menghidupi serta membayar SPP anak-anaknya.

"Sekarang tidak bisa menabung, dan justru memakan modalnya, sehingga modal terus berkurang," imbuh Sulatul. "Sedangkan kalau bantuan dari pemerintah tidak pernah dapat."

Salah satu pemilik toko oleh-oleh juga merasakan imbas pandemi Corona bagi usahanya. "Omzet turun mencapai 70 persen, tapi meski demikian karyawan tetap tidak saya kurang, tetap 8 orang, karena kasihan," pungkas Khalimah.

(wk/nere)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait