Pakar Nilai Demo PA 212 Tolak RUU HIP Langgar PSBB Hingga Bisa Jadi Klaster Corona Baru
Nasional

Menurut ahli epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, kerumunan massa tersebut telah melanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang masih berlaku di DKI Jakarta.

WowKeren - Sejumlah organisasi Islam seperti FPI dan PA 212 diketahui menggelar demo untuk menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) pada Rabu (24/6) kemarin. Demo tolak RUU HIP tersebut mengumpulkan massa dalam jumlah besar di depan Gedung DPR RI.

Menurut ahli epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, kerumunan massa tersebut telah melanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang masih berlaku di DKI Jakarta. Oleh sebab itu, Pandu menilai Pemprov DKI harus memberikan sanksi kepada penanggujawab aksi tersebut.

"Kan kerumunan masih belum diizinkan, kerumunan sampai begitu banyak orang," tutur Pandu dalam keterangannya, Rabu (24/6). "Jadi kelompok yang demo itu harus ditindak karena langgar PSBB. Sesuai dengan Pergub."

Lebih lanjut, Pandu mencontohkan kegiatan car free day (CFD) yang sempat kembali digelar pada Minggu (21/6) lalu. Pemprov DKI akhirnya meniadakan kembali CFD mulai pekan ini karena sempat menimbulkan kerumunan.


"Makanya kemarin juga CFD dihentikan dulu sementara. Sama saja kan begitu," kata Pandu. "Sama kaya demo kan begitu banyak ya. Harusnya ditindak."

Sementara itu, pakar epidemiologi FKM UI, Iwan Setiawan, menilai massa yang tergabung dalam aksi demonstrasi tersebut berisiko terinfeksi COVID-19. Demonstrasi tolak RUU HIP tersebut dikhawatirkan berpotensi menjadi klaster corona baru.

"Mereka berisiko tinggi untuk terinfeksi dan menyebarkan COVID-19. Jadi memang berpontensi besar untuk menjadi klaster baru COVID-19," jelas Iwan. "Apalagi selama aksi mereka tidak melakukan protokol kesehatan, yang pasti sulit dilakukan pasa saat aksi massa."

Oleh sebab itu, Iwan mengimbau agar para peserta demo mengikuti tes COVID-19. Ia pun menyarankan agar jenis tes yang dilakukan para peserta demo adalah PCR untuk mengetahui secara pasti hasilnya.

"Jangan rapid test, tapi PCR," ujar Iwan. "Rapid test sekarang belum terdeteksi yang terinfeksi, karena antibodi baru terdeteksi di hari ke-10."

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait