Muncul Klaster Jenazah di Jawa Timur, Polisi Bakal Beri Sanksi Berat
Getty Images
Nasional

Klaster 'jenazah' di Jawa Timur menjadi sorotan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Polisi pun menegaskan akan ada sanksi berat dan berlapis bagi para warga yang melakukan penjemputan paksa jenazah COVID-19.

WowKeren - Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Nasional Doni Monardo secara khusus meninjau langsung penanganan corona di Jawa Timur. Ia pun memberikan sejumlah arahan kepada pemangku jabatan di Jatim.

Hal ini dilakukan karena kasus positif corona di Jatim melonjak tajam. Tak hanya itu, angka kematian akibat COVID-19 di provinsi ini juga bahkan telah melampaui ibu kota.

Dalam kesempatan itu, Doni juga menyoroti munculnya pola penularan corona yang belakangan baru muncul di Jatim, yakni 'klaster jenazah'. Klaster ini diduga bermula dari peristiwa penjemputan paksa jenazah yang meninggal akibat COVID-19. "Tadi Ibu Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa sudah menjelaskan bahwa sebagian klaster baru ini dari jenazah," ujar Doni yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Menurutnya, Gugus Tugas Jatim harus segera melakukan langkah antisipasi agar penularan melalui peristiwa serupa tak semakin meluas. Yakni, melalui pendekatan ke keluarga pasien dan memberikan sejumlah pengertian.

"Ini harus segera ada langkah untuk memutus mata rantai COVID-19 berikutnya," tegasnya. "Sehingga mereka tidak kegabah untuk mengambil alih jenazah yang dampaknya akan timbul kasus baru."


Jika diantara keluarga pengambil jenazah COVID-19 itu ada yang komorbid atau memiliki penyakit penyerta, maka risiko yang ditimbulkan pun makin membahayakan. "Kalau di antara keluarga itu ada yang komorbid, ada yang menderita penyakit penyerta, tentu itu sangat berbahaya. Itu dampaknya bisa juga menimbulkan kematian," terangnya.

Terkait persoalan tersebut, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko memaparkan jika siapapun yang menjemput paksa jenazah, terancam pasal berlapis. Selain melanggar KUHP, Truno menyebut ada UU karantina dan wabah penyakit yang juga dilanggar. Ancaman hukumannya pun tak main-main yaitu di atas 5 tahun penjara.

"Ancaman hukumannya itu justru di atas 5 tahun kalau melanggar Pasal 212, 214, dan 216," papar Truno dilansir Detikcom, Jumat (26/6). "Belum ancaman hukuman melanggar UU karantina dan wabah penyakit."

Truno menambahkan apabila pelaku penjemputan paksa jenazah COVID-19 dinyatakan reaktif saat melakukan rapid test maka proses hukum akan tetap berjalan. Namun, tetap harus menunggu pelaku menjalani masa penyembuhannya terlebih dahulu.

"Proses penegakan hukum tetap dilakukan secara humanis dan solutif. Seperti yang mereka lakukan, kita tetap humanis, jika butuh perawatan medis kita rawat, terus treatment yang dilakukan kita treatment melalui RS Bhayangkara atau RS rujukan," ujarnya.

"Yang terakhir masalah penegakan hukum, proses penegakan hukum ini juga kita lakukan untuk memberikan suatu efek jera baik bagi pelaku sendiri, keluarganya, atau bagi orang lain," pungkas Truno.

(wk/nidy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait