Siap Diproduksi September, Obat Corona Buatan Unair-BIN Ternyata Miliki Kejanggalan Ini
Unair.ac.id
Nasional

Epidemiolog mengungkap sejumlah kejanggalan dalam pengembangan obat COVID-19 buatan Unair yang berkolaborasi dengan BIN dan TNI. Padahal obat tersebut sedang menunggu izin produksi dan edar dari BPOM.

WowKeren - Universitas Airlangga baru-baru ini mengklaim sudah berhasil mengembangkan obat untuk menyembuhkan pasien COVID-19. Obat yang merupakan kombinasi dari beberapa bahan aktif ini dikembangkan atas kerjasama antara Unair, BIN, dan TNI.

Jelas ini merupakan kemajuan besar di bidang penanganan COVID-19. Namun Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, membeberkan sejumlah kejanggalan dalam pengembangan obat ini.

Yang pertama perkara registrasi obat yang ternyata belum secara resmi didata oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sebab menurut Pandu, uji klinis untuk obat yang harus disesuaikan dengan standar WHO. "Karena belum teruji dalam riset uji klinis yang memenuhi persyaratan yang baku," kata Pandu, Senin (17/8).

Seharusnya, imbuh Pandu, Unair melaporkan kombinasi obat tersebut ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) alih-alih ke TNI dan BIN selaku sponsor penelitian. "Yang terjadi TNI dan BIN yang mendaftarkan ke BPOM. Aneh kan?" ujar Pandu, seperti dilansir dari Tempo, Selasa (18/8).


Oleh karena itu, BPOM berhak untuk menolak pengajuan izin edar dan produksi obat tersebut. "Masih perlu di-review apakah semua prosedur sudah dijalankan, dan review tingkat validitasnya," tegasnya.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga memberikan tanggapannya soal klaim obat Unair-BIN-TNI ini. Wakil Ketua IDI, Slamet Budiarto, mengaku menyerahkan sepenuhnya kepada BPOM. "Wasitnya adalah Badan POM," kata Slamet.

IDI pun pada dasarnya mendukung semua penelitian terkait obat COVID-19, termasuk kombinasi yang dikembangkan oleh Unair. Diketahui ada tiga kombinasi obat dan sudah mengikuti uji klinis, yakni Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline, serta Hydrochloroquine dan Azithromycin.

Namun Slamet meminta agar semua pihak tidak apriori terhadap hasil penelitian tersebut. "Kita tunggu putusan Badan POM. Tapi jangan apriori kalau ada dokter yang menemukan kombinasi obat ini kok efeknya bagus," pungkasnya.

Sebelumnya, Rektor Unair, Profesor Mohammad Nasih, menyatakan bahwa uji klinis fase III obat COVID-19 yang pihaknya kembangkan sudah selesai. Saat ini obat tersebut sudah menunggu izin produksi dan edar dari BPOM. Jika tak ada kendala, sedianya obat ini siap diproduksi massal pada September 2020 mendatang.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru