PBB Sebut COVID-19 Mampu Picu Lebih dari 2 Juta Kematian Bayi di Seluruh Dunia
Getty Images
Dunia

Sebagian besar kasus kematian bayi disebabkan kualitas layanan kesehatan yang buruk, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah yang mayoritas lebih mengutamakan penanganan pada pasien COVID-19.

WowKeren - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan hampir dua juta kasus kematian bayi baru lahir terjadi setiap tahunnya, dengan satu kematian bayi setiap 16 detik. PBB lantas memperingatkan bahwa pandemi COVID-19 dapat menambah 200 ribu kematian lagi ke dalam jumlah tersebut.

Dilansir dari Al Jazeera pada Jumat (9/10), laporan UNICEF bersama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Grup Bank Dunia (World Bank Group) menyebutkan sekitar 84 persen kematian bayi yang baru lahir terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sebagian besar kasus kematian bayi disebabkan karena kualitas layanan kesehatan yang buruk, hingga minimnya investasi dalam peralatan dan pelatihan bidan.

Laporan tersebut memperingatkan bahwa pandemi COVID-19 memicu penambahan kematian bayi hampir 200 ribu kasus. Dengan asumsi bahwa 50 persen layanan kesehatan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah terganggu karena harus terlebih dahulu menangani pasien COVID-19.

Kematian anak dan ibu melahirkan secara global sudah menurun tajam dalam beberapa dekade terakhir, namun mayoritas kasus kematian bayi sering kali terjadi di seluruh Afrika sub-Sahara dan Asia Tenggara.


"Kehilangan anak saat lahir atau selama kehamilan adalah tragedi yang menghancurkan bagi sebuah keluarga di seluruh dunia," kata Direktur Eksekutif UNICEF, Henrietta Fore. "Di luar hilangnya nyawa, biaya psikologis dan finansial bagi perempuan, keluarga, dan masyarakat menjadi sangat membebani dan berlangsung lama. Bagi banyak ibu, kasus kematian bayi tidak harus seperti ini."

Direktur Asosiasi UNICEF untuk data dan analitik, Mark Hereward, mengatakan bayi di banyak negara berpotensi terpapar COVID-19, bahkan jika ibu mereka tidak pernah tertular penyakit tersebut. Hal ini disebabkan karena peningkatan angka kemiskinan yang masif akibat resesi global.

Hereward juga mengungkapkan bahwa tanpa tindakan cepat, dunia akan kehilangan lebih dari 20 juta bayi pada tahun 2030. "Saya menangis dan menangis," tutur Hereward.

Selain mengungkap adanya kesenjangan antara kasus kematian bayi di negara kaya dan miskin, laporan PBB juga menemukan variasi signifikan kematian bayi di masing-masing negara yang sering dikaitkan dengan status sosial ekonomi.

Di Nepal, misalnya, perempuan dari kasta minoritas memiliki angka kelahiran mati 40-60 persen lebih tinggi daripada perempuan dari kasta kelas atas. Sementara komunitas Inuit, penduduk asli Amerika yang tinggal di tempat-tempat dingin seperti di Kanada Utara, memiliki kasus kematian bayi hampir tiga kali lebih tinggi dibanding populasi umum.

(wk/luth)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait