Viral Wanita Mengaku Ibunya Hendak 'Dicovidkan', Pihak RSUD Cipayung Bantah dan Beri Klarifikasi
Nasional

Dalam video yang diunggah ke TikTok, wanita tersebut mengaku bahwa pihaknya diminta untuk menandatangani surat pernyataan 'bersedia dicovidkan' oleh pihak rumah sakit.

WowKeren - Seorang wanita yang mengaku ibunya "dicovidkan" di RSUD Cipayung, Jakarta Timur, menghebohkan media sosial. Dalam video yang diunggah oleh akun TikTok @tirtasiregar, wanita tersebut mengaku bahwa pihaknya diminta untuk menandatangani surat pernyataan "bersedia dicovidkan" oleh pihak rumah sakit.

"Saya diminta tanda tangan menyatakan 'bersedia dicovidkan' walaupun hasilnya negatif," ungkap wanita tersebut.

Menurutnya, sang ibu sempat dibawa ke rumah sakit lain sebelum ke RSUD Cipayung. Di rumah sakit tersebut, tes COVID-19 sang ibu menunjukkan hasil negatif.

"Saya tunjukin dong surat hasil tesnya di rumah sakit (lain). Katanya, 'Di sini aturannya walaupun negatif hasilnya harus mau dicovidkan'. Coba, kayak begitu. Rumah Sakit Umum Daerah loh, Cipayung. Itu punya pemerintah," tambahnya.

Selain itu, wanita tersebut juga mengatakan bahwa perawatan pasien dilakukan di tenda luar gedung. "Dingin-dingin, cuaca begini, pasien dirawat di luar. Bukannya makin sembuh, makin sakit," katanya.

Kekinian, pihak RSUD Cipayung memberikan klarifikasi atas klaim "mengcovidkan pasien" tersebut. Direktur RSUD Cipayung, Ekonugroho Budhi Prasetyo, membantah klaim tersebut.


Ekonugroho memaparkan bahwa dalam kasus tersebut, pasien berinisial M yang berusia 64 berobat ke RSUD Cipayung dengan keluhan batuk dan sesak napas sejak satu minggu sebelumnya. Pasien tersebut datang ke RSUD Cipayung pada 16 Februari 2022 dengan membawa hasil negatif rapid test antigen yang dilakukan lima hari sebelumnya.

"Berdasarkan pemeriksaan dokter, mempertimbangkan kondisi pasien saat itu, dengan perjalanan sakit yang telah satu minggu, ditambah lagi pasien yang berusia lanjut serta mempunyai penyakit komorbid hipertensi dan asma, maka dokter merencanakan untuk melakukan pemeriksaan dengan rapid antigen ulang sekaligus akan dilakukan pemeriksaan PCR," jelasnya dalam keterangan tertulis, Senin (21/2). "Hal ini semata-mata agar pasien mendapat penanganan yang sesuai dengan jenis sakit dan kebutuhan pengobatannya."

Pemeriksaan tersebut juga dilakukan untuk memastikan agar tempat perawatan pasien sesuai dan mencegah pasien dengan COVID-19 bercampur dengan pasien non COVID-19. Ekonugroho lantas mengungkapkan bahwa pihaknya meminta persetujuan tertulis tentang rencana pemeriksaan dan penempatan sementara pasien M, sebelum hasil pemeriksaannya keluar.

"Keluarga menganggap bahwa prosedur tersebut sebagai 'mengcovidkan' pasien. Keluarga menolak mengikuti rencana penanganan pasien dan selanjutnya membawa pulang pasien," paparnya.

Lebih lanjut, Ekonugroho menjelaskan bahwa pemeriksaan PCR memiliki tingkat akurasi yang paling tinggi dalam mendeteksi COVID-19. Sedangkan pemeriksaan rapid test antigen pada awal sakit disebutnya bisa saja memberikan hasil "masih negatif" namun sebenarnya positif jika dites lewat PCR. Setelah kondisi sakit berjalan beberapa hari, jumlah virus bertambah banyak hingga baru dapat dideteksi oleh rapid test antigen dan juga PCR.

"Hal ini sering ditemukan dalam situasi sehari-hari, sehingga tidak jarang diperlukan pemeriksaan ulang untuk memastikan apakah seseorang pasti menderita COVID-19 atau tidak," tukasnya.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait