Kenali Ciri hingga Dampak Buruk Hustle Culture, Budaya Gila Kerja yang Marak di Kalangan Anak Muda
Pexels/Alena Darmel
SerbaSerbi

Hustle Culture yang dapat diartikan sebagai budaya gila kerja kerap terjadi di kalangan anak muda. Fenomena ini bisa sangat membahayakan jika terus dibiarkan, sehingga ada baiknya untuk mengenali ciri-ciri hingga dampaknya berikut ini.

WowKeren - Fenomena hustle culture bisa dibilang cukup populer di kalangan milenial. Sebab budaya ini selaras dengan kondisi yang kerap dihadapi oleh orang-orang di usia muda.

Melansir Instagram resmi Kementerian Ketenagakerjaan, hustle culture adalah standar di masyarakat yang menganggap bahwa seseorang hanya bisa mencapai kesuksesan jika dia benar-benar mendedikasikan hidupnya untuk pekerjaan. Mereka juga akan bekerja sekeras-kerasnya hingga menempatkan pekerjaan di atas segalanya.


Dengan kata lain, hustle culture dapat diartikan sebagai "budaya gila kerja" karena mereka percaya bahwa aspek terpenting dalam hidup adalah mencapai tujuan karier, dengan bekerja secara terus menerus. Bekerja keras memang baik, namun hustle culture ada di level lain yang bisa sangat membahayakan kesehatan maupun kehidupan sosial seseorang.

Sayangnya, mereka yang terjebak dalam hustle culture seringkali tidak menyadari situasi ini dan menganggapnya sebagai rutinitas yang normal. Jadi sebelum terlambat, sebaiknya kenali ciri-ciri hingga dampak buruk hustle culture dalam artikel WowKeren berikut ini!

(wk/eval)

1. Ciri-Ciri Hustle Culture


Ciri-Ciri Hustle Culture
Pexels/Mikael Blomkvist

a. Tidak Pernah Puas pada Hasil Pekerjaan

Seseorang yang terjebak dalam situasi hustle culture cenderung merasa tidak pernah puas pada hasil pekerjaannya. Ia merasa harus mengejar kesempurnaan meskipun sudah dapat pujian dari atasan.

Selain itu, dia akan terus membanding-bandingkan hasil pekerjaannya dengan orang lain dan akan merasa stres jika ada yang lebih baik darinya. Pada akhirnya dia akan merasa sangat tertekan dan memacu dirinya untuk bekerja dengan lebih keras.

b. Merasa Bersalah Saat Istirahat

Pekerja yang menjalani gaya hidup hustle culture sering merasa bersalah ketika beristirahat. Mereka merasa harus selalu produktif, sehingga waktu istirahat dan liburan akan membuat mereka sangat cemas.

Kondisi fisik mereka sudah lelah, namun tetap saja pikirannya tak bisa lepas dari pekerjaan. Situasi ini akan semakin parah jika mereka terus memantau aktivitas rekan kerja saat sedang berlibur.

c. Punya Target yang Tidak Realistis

Memiliki target tertentu memang bagus untuk memotivasi diri sendiri. Namun beda cerita jika target yang kamu tetapkan berada di luar kemampuan alias tidak realistis.

Misalnya, kamu ingin naik jabatan ke posisi manajer meski berstatus sebagai fresh graduate yang baru bekerja selama satu bulan. Jika sudah demikian, artinya kamu terjebak dalam situasi hustle culture.

2. Dampak Buruk Hustle Culture


Dampak Buruk Hustle Culture
Pexels/SHVETS production

a. Tingkatkan Risiko Penyakit

Hustle culture kerap dikaitkan dengan kerja lembur dan minim istirahat yang bisa menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Penelitian tahun 2018 yang dipublikasikan di Current Cardiology Reports mengemukakan fakta bahwa bekerja lebih dari 50 jam per minggu dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular seperti serangan jantung dan penyakit jantung koroner.

Kerja lembur dapat meningkatkan tekanan darah dan jantung karena adanya aktivasi psikologis yang berlebihan serta tingkat stres yang tinggi. Jika terus dibiarkan, kondisi ini dapat menyebabkan resistensi insulin, aritmia, hiperkoagulasi hingga iskemia.

b. Mengganggu Kesehatan Mental

Terjebak dalam situasi hustle culture juga dapat mengganggu kesehatan mental. Memaksa diri untuk terus bekerja bisa membuat tubuh terasa lelah dan stres berkepanjangan. Dalam beberapa kasus, pekerja yang menjalani hustle culture bahkan memiliki pemikiran untuk bunuh diri.

Stres yang terus terjadi akan melepaskan hormon stres (kortisol) dalam jumlah banyak dan dalam periode yang lama. Cara terbaik untuk menstabilkannya adalah dengan beristirahat. Namun, kelelahan mental tak dapat dihindari karena penganut hustle culture jarang meluangkan waktu untuk istirahat.

c. Kehilangan Work Life Balance

Pekerja yang menjalani hustle culture sangat mungkin untuk kehilangan work life balance atau keseimbangan karier dan kehidupan pribadi. Mereka yang terobsesi pada pekerjaan cenderung enggan untuk meluangkan waktu istirahat, apalagi berkumpul dengan keluarga, sahabat maupun orang-orang terdekat.

Padahal, sosialisasi sangat mempengaruhi kebahagiaan seseorang dan bisa menyeimbangkan kehidupan pribadi dan pekerjaan. Selain itu, stres yang muncul karena pekerjaan bisa hilang seketika jika kita menghabiskan waktu bersama orang-orang tersayang.

Sayangnya, tren hustle culture cenderung mengalami peningkatan selama pandemi COVID-19. Kampanye produktif di rumah seringkali menghilangkan batasan jam kerja seperti di kantor, sehingga tak sedikit pekerja yang mengalami gangguan kesehatan mental akibat jam kerja yang berlebihan.

Demikian pengertian, ciri-ciri hingga dampak hustle culture yang patut untuk kamu ketahui. Dalam artikel berikutnya, WowKeren akan menghadirkan beberapa tips menghindari fenomena satu ini. Stay tune ya!

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru