Jadi Polemik, Ini Penjelasan Elite PA 212 Soal NKRI Bersyariah
Instagram
Nasional

Ketua Bidang Keumatan PA 212 Haikal Hassan memastikan rekomendasi Ijtima Ulama IV soal NKRI bersyariah tak bermaksud menggantikan ideologi Pancasila yang dianut di Indonesia.

WowKeren - Salah satu poin rekomendasi yang dihasilkan dari Ijtima Ulama IV pada Senin (5/8) pekan lalu adalah pembentukan NKRI bersyariah. Rekomendasi ini pun langsung menjadi sorotan dari sejumlah pihak. Pasalnya rekomendasi tersebut diduga untuk menggantikan ideologi Pancasila yang dianut Indonesia.

Ketua Bidang Keumatan Persaudaraan Alumni (PA) 212 Haikal Hassan pun angkat bicara soal polemik ini. Ia memastikan NKRI bersyariah yang digaungkan pihaknya hanyalah sebuah istilah. Sama sekali tak ada niat dari pihaknya untuk tidak taat pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"NKRI bersyariah, iya dong, masak nggak bersyariah? Apa kamu nggak merasakan, hari ini kita sudah bersyariah?" kata Haikal ketika ditemui di Grand Sahid Hotel, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (12/8). "Ada bank syariah, ada pembiayaan syariah, pernikahan juga cara syariah. Itu cuma istilah."

Haikal lantas menegaskan istilah syariah yang dicantumkan dimaknai sebagai ketaatan kepada Allah. Oleh karena itu NKRI bersyariah tak bermaksud menghilangkan Pancasila dan UUD 1945.

"Jangan jadi mentang-mentang NKRI bersyariah terus Pancasila hilang gitu, ya nggak. UUD '45 hilang? Ya enggak lah," tegasnya, dilansir dari Detik News, Selasa (13/8). "Itu istilah mbok ya kita taat pada Allah SWT. Tetap jadi Bangsa Indonesia tetapi taat pada syariah Allah SWT, betul?"


Dengan demikian, Haikal menegaskan rekomendasi NKRI bersyariah tidak bertentangan dengan ideologi Pancasila. "Nggak ada dong. Nggak ada bertentangan (dengan Pancasila)," ujarnya.

Lebih lanjut, ia pun menerangkan soal sikap para ulama pasca Ijtima Ulama IV itu. Diketahui mereka siap menjaga jarak dari pemerintah, yang lantas didefinisikan sebagai sikap tidak mengakui pemerintah yang berdaulat.

Haikal pun membantah tudingan tersebut. Menurutnya, menjaga jarak justru lebih erat kaitannya dengan menjadi oposisi atas pemerintah yang berkuasa.

"Bukan tidak mengakui (pemerintah), jangan salah. Coba baca ulang kalimatnya, menjaga jarak. Kenapa jaga jarak, karena kita tetap milih oposisi," ucapnya. "Tolong jaga jarak diartikan sebagai oposisi. Kita menjaga jarak artinya bisa memantau."

"Kalau ada di dalam (pemerintahan) nggak bisa (memantau). Terjemahannya itu," pungkasnya. "Bukan tidak mengakui. Kalau tidak mengakui bagaimana kita merdeka? Masak kita bisa berdiri sendiri? Bukan begitu."

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait