Omnibus Law Bikin Pekerja Digaji Per Jam, Buruh Kompak Menolak
Nasional

Dengan skema baru ini, pekerja bakal digaji sesuai jam kerja yang diambilnya. Kebijakan ini pun langsung menjadi pro dan kontra tersendiri, terutama di kalangan buruh.

WowKeren - RUU Omnibus Law menjadi salah satu rancangan beleid yang dikejar penyelesaiannya dalam waktu dekat. Pasalnya pemerintah berharap laju investasi bisa ditingkatkan dengan efisiensi birokrasi lewat RUU Omnibus Law itu.

Salah satu yang dibahas adalah Omnibus Law untuk mengatur urusan ketenagakerjaan. Beberapa poin dibahas, seperti fleksibilitas jam kerja, proses rekrutmen dan PHK, hingga skema pemberian upah.

Seperti diketahui, permasalahan upah kerja masih menjadi topik yang kerap diperdebatkan, bahkan tak jarang memicu demonstrasi besar-besaran. Oleh karena itu, akan ada skema pengupahan baru di RUU Omnibus Law. Yakni memberi upah berdasarkan jam kerja alih-alih gaji bulanan seperti skema saat ini.

"Kami masih dalam proses menginventarisir dan mendengar," ujar Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, Rabu (25/12). Bila diterapkan, maka gaji yang akan diterima tiap pekerja disesuaikan dengan jam kerja yang mereka ambil. Hal ini, imbuh Ida, sudah lazim dilakukan di negara-negara maju.

Menanggapi rencana tersebut, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) ikut angkat bicara. Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar S Cahyono, menegaskan pihaknya menolak rencana tersebut. Pasalnya upah minimum pekerja saat ini pun masih jauh dari kata layak.


"Buruh menolak terkait pembayaran upah per jam," ujar Kahar di Jakarta, Jumat (27/12). "Hal ini karena upah minimum di Indonesia masih rendah."

Berdasarkan perspektif buruh, upah yang dibayarkan per bulan saat ini, dengan 8 jam kerja per hari atau 40 jam seminggu, sudah tepat. Skema saat ini pun mengharuskan pemberi kerja untuk tetap memberi upah kendati buruh mengambil cuti atau diliburkan secara resmi.

"Kalau upah per jam, ketika ada hari libur nasional, maka buruh tidak akan mendapatkan upah. Karena buruh sedang libur, tidak bekerja," jelas Kahar, dilansir dari laman Kompas. "Jika upah dibayarkan per jam, kita khawatir pendapatan yang diterima buruh kurang dari upah minimum."

Skema baru ini pun, imbuh Kahar, dikhawatirkan membuat nasib beberapa buruh jadi tidak pasti. Seperti misalnya pekerja yang hanya akan dipekerjakan pada jam-jam tertentu.

Dengan skema pengupahan saat ini pun, imbuh Kahar, banyak buruh yang masih kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya. Apalagi dengan upah per jam, akan mendorong perusahaan mempekerjakan buruh kurang dari 8 jam.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait