Pandemi Corona, Suku Pedalaman Hadapi Krisis Ini Akibat Ulah Sebagian Manusia
Dunia

Masyarakat dunia diminta untuk tidak egois dan mulai menunjukkan kepekaan dengan keadaan orang suku pedalaman, salah satunya di Amazon selama pandemi virus corona.

WowKeren - Pandemi virus corona (COVID-19) memang telah menciptakan situasi krisis di seluruh dunia. Wabah ini juga turut mengancam seluruh kehidupan masyarakat dari berbagai kalangan, salah satunya adalah orang suku pedalaman.

Dilansir dari laman Human Rights Watch, aktivis kemanusiaan menuliskan bagaimana kehidupan suku pedalaman di tengah pandemi. Organisasi kemanusiaan ini mengingatkan masyarakat dunia agar tidak mengabaikan dan lebih mempedulikan orang suku pedalaman.

Apalagi, orang pribumi dari suku pedalaman dinilai telah ikut berpartisipasi dalam menangani wabah virus corona. Ribuan orang dari komunitas di seluruh Amazon dan Brazil contohnya telah merencanakan untuk berkumpul di ibukota negara pada 27 April.

Mereka berencana untuk menggelar aksi demonstrasi yang sudah menjadi tradisi setiap tahunan untuk mempertahankan tanah dan hak-hak mereka sebagai orang pedalaman. Namun akibat merebaknya virus corona, mereka semua tetap tingga di rumah masih-masih demi mencegah penularan virus corona.

Orang-orang pedalaman tersebut hanya bisa melakukan aksi unjuk rasa dengan mendesak para pejabat melalui surat terkait isu-isu lingkungan yang meresahkan. Apalagi, saat ini banyak aksi penebangan liar semakin menggila di wilayah-wilayah mereka meskipun sedang ada pandemi.

Contohnya penambangan emas Wildcat di sepanjang sungai Tapajos, Amazon memang sempat melambat dengan berita tentang virus corona yang menyebar ke seluruh dunia. Tetapi, sekarang aksi penebangan kembali dilakukan dengan kecepatan penuh.

Invansi tanah, mulai dari pelanggaran hingga perampasan tanah ilegal memang sudah menjadi permasalahan di Amazon, Brazil. Orang pedalaman menyalahkan pihak berwenang yang dinilai gagal untuk menegakkan hukum dan justru membuka pintu ke jaringan kriminal yang ilegal, seperti mengejar kayu, mineral, dan kekayaan lainnya.


Hal itu membuat masyarakat adat sangat rentan. Dewan Misionaris Indigenist (CIMI) yang merupakan sebuah organisasi nirlaba telah mendaftarkan setidaknya 160 kasus invasi ke wilayah Adat Brasil. Invansi ini terjadi dari Januari hingga September 2019.

Peningkatan dramatis juga terjadi selama tahun-tahun sebelumnya dan banyak yang mungkin tidak dilaporkan. Pada tahun menjelang Juli 2019, deforestasi di tanah adat di Amazon meningkat 65 persen, menurut Badan Penelitian Antariksa Nasional Brasil.

Kekerasan terhadap penduduk asli juga menjadi permasalahan serius di Amazon. Hal ini lantaran para penduduk adat kerap melawan dengan hebat bahkan nyawa mereka kerap melayang lantaran berusaha menghentikan adanya invansi tanah.

Para ilmuwan lantas memperingatkan bahwa penggundulan hutan, kebakaran, dan perubahan iklim, mungkin dengan cepat mendorong Amazon menuju “titik kritis” yang tidak dapat dibalikkan. Ditakutkan jika wilayah yang kerap disebut dengan hutan hujan ini akan berhenti memproduksi cukup hujan untuk menopang dirinya sendiri.

Jika hal tersebut sampai terjadi, maka bisa menyebabkan kerusakan besar pada pertanian Brasil dengan mengganggu pola cuaca regional. Sementara itu, hal itu juga semakin mempercepat perubahan iklim karena sejumlah besar karbon yang tersimpan di hutan hujan dilepaskan ke atmosfer.

Oleh sebab itu, masyarakat dunia diminta untuk lebih peka dengan orang-orang pedalaman. Hal ini bisa dilakukan dengan menjaga alam, tepatnya mencegah penebangan liar di hutan. Hutan Amazon sendiri telah menjadi paru-paru terbesar bumi selama ini.

Konsekuensi yang akan ditimbulkan oleh kerusakan hutan hujan ini sangatlah fatal, baik bagi seluruh negara maupun dunia. Maka, tidak adil jika pemerintah dan masyarakat meninggalkan masyarakat adat serta komunitas lokal lainnya untuk berjuang sendiri dalam menjaga alam.

(wk/lian)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait