Sosmed Sering Jadi Tempat Curhat Anak Muda, Beri Solusi atau Makin Buat Depresi?
Pixabay
SerbaSerbi

Artikel kali ini bakal mengulas teori soal apakah sosial media memberikan solusi saat penggunanya mencurahkan isi hatinya atau malah berujung pada perasaan semakin depresi? Simak hanya di WowKeren ya!

WowKeren - Sosial media kini marak menjadi tempat curhat masyarakat, terutama kalangan anak muda. Hal itu lantaran sosial media dianggap lebih cepat dan mudah.

Menurut survei yang dilakukan Paw Research Center menunjukan bahwa 95% anak muda di dunia telah mengakses smartphone, sementara 45% disebut aktif menggunakan platform media sosial seperti YouTube, Facebook, Instagram, dan Snapchat. Sementara, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melaporkan pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang. Dari data tersebut, 95% dikatakan menggunakan internet untuk mengakses sosial media.

Hadirnya sosial media memberikan para penggunanya kebebasan untuk berpendapat dan berekspresi, tak jarang mereka menggunakan sosial media untuk mengeluarkan unek-unek atau hasrat emosi. Seperti marah, kesal, bahkan bahagia dan jatuh cinta pun akan mereka bagikan.

Tapi apakah saat kita marah di sosial media, akan memberikan solusi atau malah semakin membuat depresi?


Berikut contoh kasus yang dianggap memberikan solusi usai penggunanya curhat di sosial media. Seorang wanita yang kini akrab dikenal sebagai Mommy ASF, belum lama ini mencurahkan polemik rumah tangganya di sosial media. Dari curhatan Mommy ASF itu, ternyata banyak ditemukan kasus perselingkuhan serupa. Seiring dengan hebohnya curhatan tersebut, banyak wanita ternyata memiliki pengalaman yang sama. Hal itu kemudian membuat mereka merasa tak sendiri dan malah saling bertukar pengalaman serta cerita hidup guna saling menguatkan. Bahkan berkat curahan hatinya di sosial media, kini kisah kehidupan Mommy ASF diangkat menjadi novel dan series.

Eits, tapi tidak semua curhatan di sosial media membawa efek positif. Ada juga nih contoh kasus yang tak memberikan solusi tapi justru berujung bui. Pengalaman itu terjadi pada mahasiswi Universitas Gadjah Mada berinisial FS yang mengunggah status di jejaring sosial Path, statusnya tersebut berisikan makian kepada warga Yogyakarta. Akibat dari makian tersebut FS dianggap telah melanggar pasal 27 ayat 3 juncto pasal 45 ayat 1 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). FS divonis hakim menerima hukuman dua bulan penjara dengan masa percobaan enam bulan serta denda Rp 10 juta subsider satu bulan penjara.

Selain kisah mahasiswa yang berujung bui, nasib sial juga menimpa seorang karyawan wanita yang mengeluhkan perasaannya di sosial media lantaran upahnya terus menerus dipotong oleh tempatnya bekerja. Bahkan ia terang-terangan mengumbar slip gaji di sosial media. Ironisnya, alih-alih mendapat kenaikan gaji, karyawan wanita itu malah dipecat dari tempatnya bekerja.

Dari beberapa contoh kasus di atas, WowKeren ingin mengulas sejumlah teori untuk membuka pandangan apakah curhat di sosial media bisa memberikan solusi atau malah membuat seseorang terlibat masalah dan berujung depresi?

(wk/Sisi)

1. Sosial Media Memberikan Solusi?


Sosial Media Memberikan Solusi?
Pxhere

Beberapa orang mengaku lebih nyaman saat membagikan cerita hidup atau emosi mereka di sosial media. Hal ini lantaran mereka merasa didengar dan diperhatikan. Dengan begitu, mereka merasa tak sendirian, apalagi bagi sebagian orang yang sulit mengungkapkan isi hati kepada orang yang mereka cintai seperti teman dan keluarga.

Namun, dalam beberapa detik saja, pesan atau kritik yang kalian bagikan di sosial media bisa langsung dijangkau oleh masyarakat luas. Sedangkan orang yang tengah emosi dan marah cenderung berpikir pendek dan menjangkau sesuatu yang mudah dan sederhana, tanpa memikirkan dampaknya.

Menurut Journal of Experimental Social Psychology, berbagi masalah di sosial media dapat memberikan umpan balik positif. Hal ini akan berdampak pada bertambahnya kepercayaan diri seseorang. Semakin banyak dukungan di sosial media, semakin sering seseorang merasa nyaman curhat di sosial media. Mereka merasa bahwa user lain akan memahami kondisi mereka.

Selain itu, sosial media juga memfasilitasi akses dua arah antara pencurhat dan pengguna lainnya. Dimana dengan mudahnya akses dua arah tersebut, membuat user lain bisa membagikan opini maupun pengalaman hidupnya pada si pencurhat justru makin depresi

2. Solusi Seperti Apa?


Solusi Seperti Apa?
Piqsel

Dukungan dan pembelaan orang lain biasanya mampu membuat seseorang yang sedang bingung atau kesal menjadi lebih tenang. Saran dan solusi yang didapatkan usai curhat di sosial media biasanya bisa sangat membantu seseorang merasa lebih lega.

Sebuah survei yang dilakukan University of Chicago kepada 1.300 remaja dan dewasa muda mengatakan bahwa 40% dari mereka menggunakan sosial media untuk menemukan orang-orang yang mengalami masalah dan kecemasan serupa. Itu mengapa, saran atau dukungan yang didapatkan dari mereka yang memiliki pengalaman serupa dianggap lebih solutif.

Studi lain yang diterbitkan JMIR Formative Research pada Juli 2021 juga menganalisa jika sosial media mampu meningkatkan kesejahteraan anak muda serta mengurangi tingkat stres selama pandemi Covid-19. "Sosial media sangat berharga selama ini karena memungkinkan kami untuk tetap terhubung satu sama lain ketika kami tidak dapat melakukannya secara langsung," kata Ohannessian, salah satu pakar yang terlibat dalam penelitian tersebut.

Meski beberapa penelitian menunjukkan bahwa sosial media memberikan solusi atau rasa nyaman bagi si pencurhat, si pencurhat tak melulu hanya mendapat solusi lho. Sosial media juga bisa bikin pencurhat.

3. Kenapa kok malah bikin makin depresi?


Kenapa kok malah bikin makin depresi?
Hippopx

Kepuasan curhat di sosmed dikatakan hanya bersifat sementara atau jangka pendek. Nah biasanya hal itu diakhiri dengan rasa penyesalan kamu lantaran curhat di sosial media.

Pasalnya, amarah yang kalian bagikan di sosmed biasanya dilakukan saat seseorang tak bisa berpikir jernih di tengah emosinya yang meledak-ledak. Bisa jadi postingan yang kalian buat itu malah menimbulkan kekacauan atau adanya pihak lain yang tak terima, sehingga malah menyebabkan pertengkaran dan berujung depresi.

Hal itu didukung oleh penelitian yang diterbitkan American Journal of Preventive Medicine edisi Juli 2017. Penelitian itu menyimpulkan bahwa penggunaan platform seperti Instagram, Facebook dan Snapchat yang dilakukan selama lebih dari dua jam dalam sehari mampu meningkatkan depresi di antara individu usia 19 sampai 32 tahun.

Art Markman, seorang profesor psikologi di University of Texas di Austin juga mengatakan curhat di sosial media tak cukup membantu seseorang untuk menemukan solusi bahkan tak bisa menyelesaikan apapun.

"Komentar online sangat agresif, tanpa menyelesaikan apa pun," kata Art Markman dikutip dari Scientific American. "Pada akhirnya Anda tidak mungkin merasa ada orang yang mendengar Anda. Memiliki pengalaman emosional yang kuat yang tidak terselesaikan dengan sendirinya dengan cara yang sehat bukanlah hal yang baik."

4. Penyebab Makin Depresi?


Penyebab Makin Depresi?
Pixnio

Meski menyesal dan menghapus postingan kalian, tapi histori aktivitas kalian di sosial media tak bisa ikut hilang begitu saja. Nah, perhatian atau sorotan yang didapatkan seseorang karena suatu konflik bisa membuat tekanan dan kesehatan mental terganggu lho guys.

Ditambah lagi, saat keinginan kamu untuk mendapat dukungan atau pembelaan dari publik tak terpuaskan dengan baik. Alhasil, sebagian orang akan merasa terkucilkan dan sendiri, sehingga menyebabkan semakin depresi.

Contoh yang sama terjadi pada koresponden Florida Today bernama Linda. Menurut laporan yang diberikan, Linda sering mengalami kesulitan menerima bahwa orang lain tidak setuju dengannya atau melihat sesuatu secara berbeda, hal ini dapat membuatnya merasa tidak berharga dan kosong.

Bila Linda berada dalam situasi tersebut, ia akan bereaksi keras dengan menunjukkan amarah bahkan mungkin sampai melakukan penyerangan. Sebagai akibat dari kemarahan dan emosinya yang kronis, ia memiliki pola hubungan interpersonal yang tidak stabil dan dicirikan sebagai orang yang egois.

5. Dampak Yang Terjadi Saat Depresi Meningkat


Dampak Yang Terjadi Saat Depresi Meningkat
Maxpixel

Dengan adanya tekanan yang terus menerus didapatkan oleh seseorang, hal tersebut kemudian bisa mengganggu ritme tidur dan kehidupan sehari-hari. Jika sudah begitu, biasanya seseorang itu akan merasakan depresi bahkan memicu sikap nekat seperti bunuh diri atau mengurung diri lantaran tak menemukan solusi.

Ditambah lagi dengan munculnya masalah baru disaat masalah awal belum mendapatkan solusi, sebagai imbas curhatan di sosial media. Nah, kontroversi yang terus bermunculan itu berpeluang memicu hati dan pikiran seseorang semakin stres. Alhasil kehidupan sehari-hari tak akan bisa berjalan stabil bahkan bisa mengancam masa depan.

Bahkan American Academy of Pediatrics telah memperingatkan tentang potensi efek negatif sosial media. Berdasarkan studi singkat, disimpulkan bahwa sosial media tidak terlalu baik untuk kesehatan mental, dan dalam beberapa hal bisa sangat merusak.

So, menurut sahabat WowKeren, curhat di sosial media itu membantu menemukan solusi atau malah bikin tambah depresi sih?

Jika menurut kalian malah semakin membuat depresi, maka kalian wajib baca artikel WowKeren.com selanjutnya ya, dimana kita akan mengulas tentang bagaimana meminimalisir tekanan depresi yang ditimbulkan dari sosial media. See you di pembahasan selanjutnya!

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait